Tenaga Angin yang Menggerakkan Kereta
Elemen : Angin
Membaca berita mengenai peresmian
Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) akhir-akhir ini di media massa,
memberikan wacana baru akan sebuah teknologi mutakhir ramah lingkungan sebagai
salah satu alternatif penghasil energi terbarukan di Indonesia dengan angin sebagai
sumber daya utamanya. Indonesia sebagai negara kepulauan yang 2/3 dari
wilayahnya adalah lautan sangat potensial mengembangkan pembangkit listrik
tenaga angin ini, dimana salah satu faedahnya akan sangat membantu mengatasi
kesulitan pasok listrik, terutama di daerah-daerah kepulauan terpencil. Selain
ketersediaanya yang melimpah dan gratis
di alam, energi angin menjadi salah satu alternatif yang banyak dipilih dan
sekaligus berfungsi mengurangiemisi gas karbondioksida (CO2) yang dihasilkan
oleh perangkat sumber energi sebelumnya.
Bila mendengar tentang sebuah
teknologi pembangkit tenaga angin, tentunya yang terbesit di kepala adalah
sebuah pembangkit yang berbentuk menara langsing nan tinggi umumnya dilengkapi
dengan bilahan tiga besi putar di atasnya yang digerakkan oleh angin, kemudian
mengaktifkan generator atau turbin sehingga menghasilkan sebuah daya yang dapat
diubah menjadi listrik. Proses bekerjanya pun persis dengan kicir angin, tepat
seperti yang dikembangkan oleh negara Belanda contohnya. Sejak abad 13 lalu, Belanda
mengenal teknologi ini untuk mengekspansi daratan daerahnya, sehingga tidak
heran hampir di setiap distriknya banyak dijumpai banyak kincir angin. Berawal
dari kebutuhan untuk mengeringkan sebagian kawasannya yang berada di bawah
permukaaan laut untuk tetap kering, Belanda menggunakan kincir angin untuk
mendorong air ke lautan agar terbentuk daratan baru yang lebih luas dan bisa
ditempati. Namun, seiring dengan berkembangnya kebutuhan, Belanda mulai untuk
memodifikasi beberapa fungsi terkait kincir angin untuk menyokong keperluan
harian dari skala rumahan sampai industri. Indonesia yang sumber daya anginnya
lebih melampaui dari Belanda, sudah selayaknya belajar dari evolusi
perkembangan kincir angin dari negeri tulip ini.
Abad demi abad keberadaan kincir
angin di Belanda sangat menyesuaikan dengan kebutuhan yang ada di lapangan. Menurut
fungsinya secara industri, kincir angin ini muncul dengan berbagai nama sesuai
dengan penggunaannya. Misalnya, kincir angin untuk menggergaji (sawmill), kincir angin untuk menggiling
jagung (cornmill), untuk menggiling
rabuk kertas (papermill), atau kincir
angin kecil untuk mengalihkan angin serta pengeringannya lebih cepat (postmill
dan wipmolen) . Evolusi perkembangan dari kicir angin (windmill) ini beragam dari segi modifikasi dan peningkatan
fungsinya, seperti perubahan bentuk kicir, badan penyokong kicir, poros, roda,
dan rem pengendalinya (1). Dengan semakin cepatnya laju perkembangan
teknologi diiringi dengan penemuan baru, lempengan turbin misalnya yang awalnya
dibuat dari kayu, supaya lebih ringan dan tahan terhadap api diganti dengan
bahan alumunium atau besi atau pada roda dimodifikasi sedemikian rupa diberikan
fungsi katrol dan tali penarik untuk melewatkan air diantara mesinnya.
Contoh Cornmill di Belanda (4) |
Melengkapi kebutuhannya saat ini
Belanda mulai mencoba-coba untuk mengekspansi dan mengaplikasikan perkembangan
teknologi kicir angin ini pada moda transportasi di negaranya. Dalam waktu
dekat dan yang sistemnya sudah mulai terbangun adalah penggunaan tenaga angin
menghasilkan energi yang dapat menjadi sumber tenaga penggerak kereta api.
Rencana pengaplikasian tenaga angin untuk transportasi kereta (5) |
Di Belanda angkutan kereta api
memainkan peran penting dalam perekonomian Eropa dan muncul kemungkinan untuk
memperluas sistem transportasi antar kota dan negara. Menurut Wilma Mansveld ,
Sekretaris Negara Belanda dalam Perencanaan Infrastruktur dan Lingkungan.
"Di Belanda, transportasi kereta api menghadapi tantangan yang berat.
Namun penggunaan angkutan kereta api tumbuh tahun lalu. Sebagai contoh: pada
tahun 2013, jumah kereta api yang melewati perbatasan antara Jerman dan Belanda
meningkat 4%. Sementara sebanyak 10% lebih kereta melintasi perbatasan antara
Belgia dan Belanda. Dengan dibukanya Betuwe freight
line di perbatasan Jerman yang dibuka sejak tahun 2007, pada Januari 2014
lalu, 100.000 kereta telah menggunakannya jalur tersebut. Terlebih lagi setiap
tahun sebanyak 130.000 kereta menggunakan koridor angkutan antara Rotterdam dan
Genoa yang setara hampir 4 juta truk melintas area tersebut (2). Dengan
adanya permintaan dan peningkatan jumlah kebutuhan itulah, pemerintah Belanda
bertekad untuk menggunakan energi angin sebagai sumber daya energi terbarukan
untuk menggerakkan kereta listrik 100% pada tahun 2018.
Berkolaborasi dengan beberapa perusahan
besar yang akan mensuplai kebutuhan energi angin ini, merupakan bukti kerjasama
yang baik untuk mengembangkan green
energy di Belanda dalam upaya mengurangi polusi yang dihasilkan kereta diesel
yang terbukti cemarannya mengandung racun yang berbahaya bagi kesehatan. Ambisi dari rencana tersebut sudah dijalankan 50
persen oleh kereta listirk menggunakan energy ini pada tahun 2015; akan
ditingkatkan 70 persen pada 2017; dan berharap 100 persen dari seluruh kereta
menggunakannya pada tahun 2018. Setengah dari hasil energi ini akan dikembangkan
oleh sebuah ”peternakan” angin Belanda yang dimiliki oleh pengembang proyek
Eneco (salah satu vendor pemenang proyek ini), setengah dari darinya baru dalam
proses bertahap di negara-negara tetangga.
Topologi wallmill pada era 1940 (6) |
Perubahan topologi sekarang (7) |
Cara bekerja untuk menghasilkan listrik sebagai pasokan kereta tidak jauh berbeda dengan kicir angin umumnya.Secara sederhana, turbin angin bekerja berkebalikan dari kipas angin. Dari angin ini menggerakkan lempengan yang berputar pada suatu poros yang terhubung ke generator dan mengubahnya menjadi energi listrik. Kumpulan listrik inilah yang nantinya akan menjadi sumber penggerak kereta-kereta yang ada di Belanda dan sekitarnya.
Proses menggerakkan turbin (9) |
Angin sebagai komponen utama,
tetap menjadi sumber pembangkit yang menggerakkan menara kicir angin ini.
Seperti yang diterangkan sebelumnya, yang berubah dari evolusi kincir angin adalah
komponen pembangkit di dalamnya yang disesuaikan dengan berapa kebutuhan listrik
yang dihasilkan untuk memfasilitasi pergerakan kereta. Sistem dan variable kontrol
kecepatan yang digunakan berubah, sehingga merubah pula komponen alat dan
topologinya pembuatan badan kicir angin ini. Dibandingkan dengan topologi dahulu
dan sekarang, pengerjaan pembangkit listrik tenaga angin membutuhkan perhitungan
yang tepat untuk dapat menghasilkan kicir angin sesuai dengan kebutuhan tahunan
1,4 TWh di Amsterdam (3).
Dengan perkembangan ini, Belanda
memberikan alternatif baru dan bisa dicontoh di negara berkembang lainnya untuk
menggunakan green energy sebagai
salah satu cara untuk mensosialisasikan penggunaan energi terbarukan di dunia. Selain
ramah lingkungan dan mampu meningkatkan efisiensi konsumsi listrik, sumber energi
angin bisa dikembangkan dimana pun dan terbukti mampu menyokong bidang apapun.
Terlebih lagi untuk Indonesia dengan kekuatan sumber daya angin dan laut dan
luas, teknologi yang berkembang di Belanda untuk menggerakkan sarana
transportasi dan industri bisa dijadikan acuan untuk mengembangkan pasokan listrik
di seluruh pelosok tanah air.
(4) Photo taken by http://www.thetravelingdutchman.com/the-windmill-and-its-important-role-in-dutch-history/
(5) Photo adopted by http://news.eneco.com/climate-neutral-rail-journeys-become-reality-by-2018/
(6) Photo adopted from http://www.let.rug.nl/polders/boekje/types.htm
(7) Photo adopted from Wind Turbine Generator Technologies
Chapter 7 by Wenping Cao, Ying Xie and Zheng Tan, page 193
(8) Photo adopted from Wind Turbine Generator Technologies
Chapter 7 by Wenping Cao, Ying Xie and Zheng Tan, page 195
(9) Photo adopten from https://reich-chemistry.wikispaces.com/file/view/How-does-a-wind-turbine-work-1.jpg/245521201/569x315/How-does-a-wind-turbine-work-1.jpg