Bismillahirrohmanirrohim..
Dengan menyebut nama Allah akhirnya rilislah tulisanku yang
satu ini. Setelah sekian lama aku tidak berutak atik dengan blog ini, kembali aku
ingin menyentuhnya lagi. Kali ini tidak membicarakan siapa atau mengkritisi
siapa atau bahkan mengomentari tentang seuatu. Namun saat ini akan lebih membicarakan
tuntas tentang diriku. Dari sudut
pandang siapa?? Yap, dari sudut pandangku sendiri mendengar pendapat
orang-orang di sekitarku.
Apa yang menginspirasi bahwasannya aku harus menulis ini??
Ya, pengen narsis aja. Dulu aku berprinsip teguh bahwasannya hanya orang lain
lah yang patut menilaiku, namun kali ini akan kucoba untuk menggebrak prinsip
tersebut. Oke, aku mencoba mengerti siapa Furi itu sebenarnya. Perubahan apa
yang berhasil ia dapat dan berhasil ia kembangkan atau tingkatkan. Everything
just truly from my point of view. So, if there any same characteristic that you
disagree or similar with your thinking, just shut and read then , your comment
box will be available after you read this feed completely! Seems it’s gonna be
serious writing? Hahhaha, slow down, i will make it little fun :d
Oke, its 8 o’clock but its rain outside there. I love rain,
only rain, not the hard rain or whirling rain. Just rain. But, I sure rain always come with their own
reason. Just like me, being FURI, come out with my own reason.
Kemarin aku berjalan sendiri di tengah malam mencari listrik
untuk menghidupkan sahabat aku yang telah lama kelam. Aku membawa obor dari
pelepah kelapa dan menggendong tas lengkap dengan perlengkapannya. Takut? Dulu.
Pertama kali aku mencoba untuk mengalahkan rasa takut berjalan di tengah
gelapnya jalan dan hutan adalah sesuatu yang berat sekali. Bahkan kadang aku
harus berlari ketika mendengar suara burung malam di sekitar. Namun, sekarang
semuanya jadi biasa. Ada rasa yang membuat ada yang lebih penting jika hanya
sekedar mengalahkan rasa takut. Dan sekarang aku berjalan sendiri, diterangi
temaram malam dan dengan segala pikiran dan rencana berkecamuk di kepalaku.
Perubahan? Ya, perubahan dalam hidupku saat itu adalah Furi yang dulu sangat
malas mengurusi hal semacam begitu, dan memilih pasrah saja, sekarang bisa
mengerti bahwa the fear itself can be defeated by own intention. Aku sudah
sering mengalaminya, namun baru sekarang menyadarinya, how fool I am.
Dalam banyak cerita hidupku, dari sisi benar versus tidak
benarnya lebih banyak versi tidak benarnya atau nyeleneh menurut orang. But,
that’s me. I know everything the best I should do. Dan ketika semuanya dikira
itu aneh dan menjadi sebuah olokan tersendiri bagi mereka, aku merasa itu sah.
This my characteristic and you should respect on me, and so do I.
Dari kecil aku paling suka memakai celana, suka bermain
dengan tetanggaku yang lelaki. Bahkan aku salah satu jagoan yang suka memanjat
pohon jambu. Aku lebih suka bermain mobil-mobilan dibandingan bermain boneka.
Aku suka berteriak dan tertawa keras saat bermain petak umpet di belakang
rumah. Saat TK pun, aku paling pasif dalam menari, kata guruku gerakanku
seperti robot dan saat SD pun, kakakku yang membuatkan tugas menyulamku karena
kakakku sedih melihat hasil sulamanku yang begitu tidak teratur. Rasanya saat
itu sensor kewanitaanku tak bisa berfungsi dengan baik, apapun yang behubungan
dengan hal ‘keluwesan’ sepertinya tak berjalan. Saat karnaval pun contohnya,
aku jarang sekali mendapat peran menjadi pemakai baju adat atau ratu atau siapa
begitu. Mentoknya adalah aku menjadi seorang pemain tennis, atau menjadi
petani. Kalau dibilang sekarang, wajahku kurang foto genic. Beda dengan mbakku,
yang fotonya terpampang di rumah memakai baju adat pakaian Bali. Aku? Hanya
sebagai polisi atau atlet pemegang raket bapakku.
Kata ibuku dulu, aku dilahirkan dalam keadaan bungkus, dalam
artian bayi Furi ada di dalam suatu lapisan kandungan yang harus di belah dulu
lapisannya, baru aku keluar, dan Bapakku sangat mengharap aku adalah anak
lelakinya saat itu. Namun, ternyata Allah membentukku menjadi seorang
perempuan. Aku sangat keras kepala sejak kecil, apa yang menjadi kemauanku
harus segera dituruti, kalau tidak begitu aku akan sakit. Dan sejak kecil, aku
tidak suka disuruh atau diperintah. Apa yang aku lakukan terjadi atas kemauanku
sendiri. Aku suka mendesain. Sejak kecil aku mendesain ruangan kamarku sendiri,
aku suka menghias kamarku sendiri dengan menempelinya dengan sesuatu yang aku
suka. Aku suka menggambar, melukis, mewarna dan membaca. Dulu alasan kuat
kenapa aku mencintai gambarku adalah karena gambar bagiku adalah media untuk
mendapatkan perhatian orang tuaku. Bagaimana mereka akan menanyakan gambarku
dan apa maksudnya. Kegilaanku membaca timbul ketika aku menemukan sebuah
majalah yang di dalamnya ada gambar salah satu pahlawanku yang aku cintai
“PowerRanger” dan “Kestria Baja Hitam” di dalamnya disajikan banyak tulisan
yang membuatku untuk menyimaknya tiap bait tulisan. Dari situlah aku mulai
menabung untuk membeli majalah pahlawanku tiap minggu. Dan aku rasa, sinchan
juga melakukan hal yang sama ketika dia harus menyempatkan waktunya untuk
melihat pahlawan bertopeng.
Sejak kecil, rasa tak ingin kalahku memang sudah muncul. Aku
mempunyai adik sepupu yang satu umuran dengan usia sama dan memasuki jenjang
sekolah yang sama. Aku sedikitpun tak mau kalah dari dia. Devi, harus menjadi
yang kedua dariku. Hahaha, egois banget yaah. Tapi memang benar, aku akan
belajar sangat keras ketika dia mendapatkan suatu prestasi satu tingkat saja
diatasku. Aku dididik dengan berkompetisi namun dengan cara yang kompetitif.
Bapakku adalah my number one supporter. Bapakku sangat tahu ketika aku ingin melakukan
ini itu, dan bapakku tak pernah melarangnya sedikit pun. Mungkin watakku ini
mewarisinya. Sampai pernah suatu saat aku mengikuti kompetisi yang diadakan
oleh kantor pos, mengaransemen puisi yang diadakan oleh kantor pos, dan aku
berhasil memenangkan sebagai juara pertama tanpa sepengetahuan orangtuaku. Dan
hadiahnya adalah perjalanan dengan kereta api eksekutif kemanapun. Dan itu
adalah first time in my life. Dan even bapak ibuku dan kakakku sendiri belum
pernah mencobanya. My joy and my pleasure to remind that. That’s my historical
moment who really change my compete spirit. Hingga sampai saat ini, ketika Devi
berhasil masuk salah satu PTN dengan cara SPMB, aku yang terlalu idealis dengan
pilihanku saat itu tidak mau kalah dengan melakukan prestasi yang harus lebih
baik darinya. Hahha, walaupun akhirnya aku menyadari, tiap manusia lahir dengan
limit kehidupannya sendiri dan itu tak bisa disamakan.
Kadang sifatku yang ingin menang sendiri itu menguntungkan
sekali. Bisa dikatakan aku adalah orang yang paling pantang menyerah. Dalam
artian, semua yang aku anggap belum bisa, akan kucoba dulu sampai akhirnya ada
satu saat dimana aku akan mengatakan menyerah. Contohnya adalah dengan membuat
sulaman tadi itu. Aku akan mencobanya dulu, sampai benar-benar bisa dan
akhirnya bisa, walaupun hasilnya semburat. Its okey, aku akan mencoba dan
mencobanya lagi. Yang jelas, aku harus yang terbaik dari yang lainnya. Hahaha,
kinda of egoist person, right? Oke, other example is cooking. Yap, memasak.
Sampai saat ini, sense of cookingku masih di tahap menggantungkan diri pada
delivery order atau mending beli. Maksudnya adalah aku masih belum bisa
menemukan kenyataan kenapa kemampuan memasak benar-benar penting. Lotta people
say that, husband will love their wife, if his wife is great on cooking. In
other word, cooking is the secret receipt of happy family. Hahhaha, the
question is, am I married now? Not, yet! So, I wanna learn cooking before Im
will married. Promise. :D but for now, im quite with simple cooking, like how
to boiled water, fried rice, instant noodle. :D
Tak dipungkiri, jiwa “keramaianku ” timbul karena aku
dikelilingi oleh orang-orang bersuara keras dan ceria. Mereka adalah
keluargaku. Tidak ada istilah priyayi atau kasta mana orang tua dan mana yang
anak di kamus keluargaku. Bagi keluargaku menghormati itu sebagai batas kesopanan,
dimana kamu harus tau dan membawa diri kemana kamu akan bicara apa dan bicara
dengan siapa. Aku dan orang tuaku menggunakan bahasa Indonesia hanya untuk
konteks pembicaraan serius. Dan untuk sehari-hari aku berbicara jawa, yang
cenderung jawa biasa. Namun, orang tuaku mengajarkanku untuk belajar
“berbahasa” jika berbicara dengan orang lain. Bagiku, itu akan sangat
mengakrabkanku dengan orang tuaku. Tak jarang, banyak sahabatku yang begitu iri
tentang kedekatanku dengan bapak atau ibuku. Dan ibu bapakku tidak keberatan
dengan hal itu. Oleh karena itu, aku sering membuat suasana menjadi lucu dan
ramai di tengah teman-temanku. Satu hal lagi, aku suka membuat suasana menjadi
ramai dibanding kelu. Entah kenapa. Kadang aku benci sepi. Sepi membuatku tak
produktif. Bahkan dulu guru SMPku selalu menutup jendela dan pintu kelas yang
beliau ajarnya ketika kelasku sedang olah raga. Tanpa basa basi beliau bilang, Ini
pasti kelasnya Furi yang olah raga, tolong ditutup pintunya” dan itu sangat
terkesan sampai sekarang. Aku suka berkumpul dengan teman-temanku. Bagiku teman
adalah sebuah tempat dimana kamu bisa menumpahkan segala keinginanmu dan
kelelahanmu, namun di lain sisi teman itu bagaikan harta karun yang memang
harus dicari dan setelah menemukannya, kamu akan merasakan kebahahagiaan di
dalamnya. Itulah mengapa aku senang bertemu dengan teman-temanku, dan aku suka
untuk berteman dengan siapapun. Dan tidak dipungkiri tidak begitu kesulitan
untuk mengenal orang baru di sekitarku.
Dikenal orang yang tidak pernah diam itu susah ketika kamu
harus memilih jadi orang yang pendiam. Pendiam dalam artian, kamu mempunyai
waktu untuk berdiam diri. Jujur, aku adalah tipikal orang yang semaunya
sendiri, maksudnya, segala yang aku lakukan kadang bisa aku lakukan sendiri
tanpa ingin dibantu oleh orang lain. Aku sering belajar sendiri untuk menemukan
jawaban atas tugas yang aku cari. Aku punya plan sendiri untuk pergi kemana
menyendiri. Bahkan saat kuliah dulu, aku sering menghabiskan waktuku duduk di
KFC untuk membeli mocca float 5 ribu tapi menghabiskan hampir 6 jam di pojokan
untuk mengejerkan semuanya. Aku suka mengerjakan tugasku di kos sendiri bisa
sampai sehari penuh. Aku selalu mengumpulkan full of joy that make my spirits
rise up. Aku selalu ingin mempunyai sesuatu untuk berjalan sendiri. Bahkan aku
bisa menghabiskan waktuku di mall untuk berkeliling sendiri, menikmati jalan
dengan motorku sendiri, kemana-mana sendiri. Bagiku dengan sendiri adalah memberikan waktu
luang untkku untuk bercengkarama dengan pikiranku sejenak, merencanakan rencana
kemandirianku. Aku suka menulis, dan di tengah keinginanku berdiam diri, aku
akan menumpahkan pada tulisanku apa yang ada di pikiranku untuk diambil esensi
yang bisa diambil selama ini.
Dengan tipikal seperti itu, kadang aku merasa meminta tolong
ke orang lain untuk melakukan sesuatu itu membuang waktu. Untuk alasan tertentu
pastinya, selama itu masih aku bisa lakukan sendiri. Jadi, tidak jarang aku
bisa melakukan semuanya sendiri. Aku belajar menemukan dalam setiap hal yang
aku lakukan sendiri. Misal, tidak jarang orang melihat aku mengangkat barang
berat-berat atau menenteng barang yang berat tapi aku bisa lakukan sendiri.
Disini pun selama setahun, kadang orang heran ketika aku bisa melakukan
semuanya sendirian,persis seperti orang pulau kata mereka. Bagiku, melakukan
kegiatan sendiri itu menyenangkan.
Satu hal lagi, aku orangnya paling cepat buruk sangka dan
sering tidak percaya akan hal yang dilakukan orang lain. Itulah kenapa aku
paling ngga suka mencontek kerjaan temanku. Aku merasa kerjaanku akan lebih
baik dari itu. Aku selalu mempunyai jawaban, aku tidak suka untuk menjadi orang
yang sama dalam satu alasan. Pernah saat aku bekerja, supervisorku menanyakan
sesuatu di hadapanku langsung, “Fur, aku selalu suka dengan pekerjaanmu, tapi
kalau kamu tidak bisa luwes sedikit, suatu saat kalau kamu jadi atasan,
bawahanmu akan banyak yang mati mendadak.” Responku saat itu hanya senyum
simpul. Entah itu sarkasme atau hiperbola, yang jelas aku cuek aku. Yes, I’ll
do my best with all my best. Im not trying to be number one, but I always try
to better than one, whatever is.
Sifat lain aku adalah keterlampuan cuek dan keterlampauan
baik kadang. Banyak yang bilang, terlalu baik kadang melemahkan. Dan terlalu
cuek akan mematikan. Temanku bilang, kalau aku menjadi orang yang cuek, akan
menjadi patung yang tidak peka di sekitarku. Namun, aku merasa lebih tepatnya
aku pura-pura saja tidak peka, walau aslinya peka. Lebih pasnya adalah pura-pura
tidak tahu. Karena malas saja untuk tahu. Maka diam menjadi alasan terbaiknya.
Namun ketika datang saat dimana aku merasa orang perlu di bantu dan kewajibanku
sebagai manusia untuk membantu datang, katanya aku akan menjadi keterlaluan
baik. Is that right? Memang baik itu berbatas ya? Baik kan relatif. Bagiku
biasa saja, namun bagi orang bisa dibilang baik sekali. Kembali lagi pada prinsipku, I know what I
must do. I know the best I will do. Even it takes risk or consequences.
Pengaruh sifatku sangat berandil dalam pencapaian jati
diriku. Dulu aku sering mengagungkan cita-cita, harapan dan rencana atau tujuan
hidup. Atau istilah kerennya adalah mimpi. Aku adalah pemimpi, karena dari
mimpi yang berkolaborasi dengan segala rencaku, aku bisa berada dalam posisi
yang sekarang. Aku merasa hidupku tak lebih baik dari yang kemarin, selalu ada
hal yang tidak lebih baik dari hari kemarin, tapi aku sangat menikmatinya
sebagai jejak hidup yang aku tapaki sekarang. Dulu aku bermimpi menjadi seorang
desainer, aku bermimpi menjadi seorang arstiketur sampai aku pernah
bercita-cita menjadi menteri. Namun, sekarang aku lebih senang ketika aku bisa
menjadi apa yang telah aku raih dari rencana-rencana yang aku lakukan kemarin.
Aku selalu mensyukuri tiap jalan yang Allah berikan padaku. Every day. Because
every day, many stories happened that will be my historical moment for
tomorrow.
Sebenarnya tulisan ini ingin aku poskan saat hari kartini.
Tapi sepertinya tidak bisa, karena
banyak halangannya. Dan berharap aku bisa menjadi Furi yang selalu lebih
baik dan mencoba memperbaiki setting default yaitu “Sabar” setiap harinya. Itu
yang aku syukuri sampai sekarang.
Oh, satu lagi menjadi diri sendiri itu menyenangkan, not
pretend to be someone. Everyone was born with their own ability and characteristic,
no matter what he or she be now, the unity will be born if we can bound every
characteristic as puzzle that completing each other. Nobody is perfect, even
you or me. But everybody has own way how to complete their puzzle fragment. So,
don’t try to compare you as you with them as them. We are born with
differences, so that’s why we need someone to make it complete. Respect
everything even it doesn’t make sense, try to learn from it, and make it simple
conclusion, I think it’s the best part how we learn from how we live and life
now. And Paul Aldren say that, You are the person you chose to be J
Happy Wednesday everyone. Really need suggestion. Thanks to
read my feed J
No comments:
Post a Comment
terima kasih yaa :)