Ahh entah! Aku sedang berapa di suatu sulit dimana aku
membutuhkan banyak pemikiran untuk memutuskannya. Selain masalah jodoh *loohh*
bukan! I meant tentang persimpangan hidupku dan rencana-rencana lain yang ingin
segera aku raih satu persatu. Akhirnya aku memutuskan untuk menulis. Dan entah
mengapa menulis membuatku semakin ceria. Baiklaaah saya mulai menceritakannya.
Ini adalah pergolakan batin (agak lebay yaa) iyaa seperti macam omongan antar aku dan ibu ketika masa-masa lebaran kemarin hampir datang. Kami kesulitan mengatur rumah, karena selain barangnya semakin banyak namun ruangannya tak semakin melebar, alias tetap itu-itu aja. Stok bukuku juga semakin bertambah. Akunya senang, namun ibuku kelimpungan maksimal. Maklum lah bu, anakmu ini belum punya rumah sendiri :)
Suatu hari ibuku benar-benar kelimpungan karena aku tak
punya lagi tempat menampung buku dan tak bisa dihindari aku harus mau tak mau mengeliminasinya dan menyumbangkannya. Setiap hari yang selalu diulang pertanyaan
yang sama.
“Adek, kenapa harus ada buku lagi?”
Atau seperti ini,
“Mau ditaruh mana lagi bukunya? Lemarinya sudah tidak muat”
Sampai akhirnya bapakku yang baik hati memberikanku hadiah
lemari besar untuk menampung buku-bukuku. Namun, bukan itu yang ingin aku
bahas. Mengapa aku cinta buku. Alasan tepat, ya mungkin buat referensi anak cucuku nanti, kenapa aku
sendiri suka buku. Sedikit maksa yaa!
Sebenarnya hobi membaca itu bukan akarnya, namun aku lebih
suka tepatnya mengumpulkan buku. Aku suka sekali mengumpulkan buku yang
berbagai bentuk dan warna lantas menumpuknya menjadi urutan yang teratur
sehingga nampak rapi. Barulah setelah itu aku membacanya.
Banyak yaaa, intermezonyaa.. Here we go, kenapa aku suka buku, karena :
1.
Buku bukan saja jendela, tapi juga engsel jendela
otakku yang banyak tumpulnya ini. Sedikit banyak kegiatan dan apa yang aku
lakukan mungkin separuhnya dipegaruhi dari buku yang sudah aku baca. Aku bisa
berpikir dan membolak balik beberapa kali untuk kadang mengaitkannya dengan apa
yang aku lakukan tiap hari. Agak silly mungkin yaa buat kalian, tapi aku benar
benar melakukannya.
2.
Buku sarana menjadi seorang yang keren. Entah kenapa
demikian. Aku merasa ketika aku membaca buku dan menamatkannya juga bisa
mempunyai referensi dan suatu saat difilmkan menjadi sesuatu yang ‘Gosh, I’ve
been part of this’. Selain itu lebih kerennya ketika ada orang yang membicarakan
buku yang sama dengan aku baca, serasa mempunyai saudara baru dengan sepengetahuan
yang sama, apalagi bisa berdiskusi dengan mereka, WOW, that’s great!
3.
Buku mengisi waktu luang dan suntuk. Jangan heran
jika kemana-mana aku harus membawa buku dan akhirnya membeli buku. Lagi-lagi
ibuku sering menegur, “buku ini loh yang membuat barang bawaanmu menjadi berat!”
yap, again! That’s my mom, she was worried too much if I feel tired during my trip. But,
actually books is my holy friend in my long journey, yaa kecuali ada orang
disampingku yang ajak bicara, kecuali juga kalau ngga ngantuk di jalan. But,
half of my sitting time in road used up with reading.
4.
Buku itu misteri. Aku selalu membeli untuk
dibaca dan entahlah, dia selalu menyisakan misteri jika aku tak kunjung
menyelesaikan sampai bagian akhirnya. Jadi itulah kenapa, selain aku suka
menulis aku juga suka membaca. Terima kasih yaa buku. Misterimu memang tiada
tara jasanya :D
5.
Buku itu candu. Percaya atau tidak aku bisa
membeli buku sebulan sampai 6 kali. Dan pernah lebih. Iya, betul.. aku
kecanduan. Sayangnya aku tak suka menuliskan referensinya. Dan akan aku mulai
dari sekarang. Ketika aku mencandu buku sepertinya tangan begitu ringan ketika
menyentuh rak buku di toko. Pertama lihat sampul, baca prolog, lihat harga,
seneng, taruh di keranjang. Is freaking simple, right? But I do! Tapi efek
kecanduan ini hebat, selain membuatku merasa tak kesepian, kadang imajinasi
menulisku meningkat dan tentunya pengaruhnya juga mempengaruhi gaya tulisan dan
bicaraku. Entah! Namanya juga candu :D
6.
Buku itu warisan. Agree? How come? Ya saya
meyakini buku ini bukan hanya berguna untuk saya tapi untuk siapapun yang
meminjang dan menceritakannya kembali. Dan uniknya aku bermimpi kelak
keturunanku juga akan membaca buku yang pernah aku baca. Jadi mereka juga akan
membaca apa yang pernah aku baca dulu
7.
Buku itu ladang. Bingung kan? Aku juga bingung
nyebutnya apa, hehhe. Baru terpikir dan tersirat bahwa memang buku diciptakan
sebagai ladang untuk kita membaca atau untuk kita menulis. Bukannya perintah
pertama adalah untuk membaca yaa? Maka dari itu aku menyebutnya ladang. Buku
atau kitab bagiku sama-sama tujuannya untuk dibaca dan untuk tahu kemudian
paham. Kamus pun buku, Quran pun buku, Al kitab, Injil, Taurat, semuanya
berbentuk buku. Jikalah ladang adalah
tempat untuk menanam dan menunai, begitu pula aku menyiratkan buku. Tempat
untuk menanam dan menuai pula. Ehhmm, ilmu khususnya.
Baiklah, mari kita menilik rak buku yang ada di rumah. Bercita-cita rumah buku dan perpustakaan gratisku cepat terwujud, amiiiiiiiiiinn (di aminin juga doonggg)
My fave rack :D |
empat susun isinya buku-buku lawas yang aku suka |
Rak dana hibah, from my dad :) |
emergency rack (ngga cukup lagi tempatnyaa) |
Dan pada akhirnya sampai pagi ini, bukuku masih tersimpan
bagus, mulai dari zaman SD sampai aku segedhe ini. Bagi yang mau berbagi referensi dan
bercerita, yuk kita mari saling bertukar info. Amat sangat senang sekaliiii.
Hidup buku!
-- Love, furi --
No comments:
Post a Comment
terima kasih yaa :)