Saya adalah manusia yang meyakini bahwasanya semua guru
adalah pahlawan. Dan saya juga mengagumi sosok seorang guru bagaimana pun
bentuknya. Entah dia berbentuk guru yang selalu mengajar di kelas atau
seseorang yang rela mengajari sesuatu yang awalnya sangat tabu dan bahkan tidak
mengerti menjadi tahu dan bisa, atau juga sosok yang hanya bisa memberikanku
contoh bagaiamana aku harus bertindak lebih baik dan tahu apa yang hendak
kulakukan. Namun, sebenarnya saya benar-benar mengklasifikasikan ‘guru’ menjadi
pilihan profesi terakhir dalam hidup. Tahu kenapa? Karena sepertinya
pekerjaannya hanya itu-itu saja dan saya hanya melihat esensinya hanya membuat
anak didiknya menjadi bisa saja. Sampai akhirnya saya menemukan pengalaman,
yang entah mengapa saya ingin coba menjadi guru.
Perjalanan guru adalah pahwalanku berawal dari sini. Sebenarnya
dalam darah saya sudah ada keturunan menjadi guru, karena orang tua saya adalah
seorang guru, kakek juga guru, bibi dan paman juga seorang guru. Tetapi itulah
sebenarnya yang membuat saya enggan menjadi guru. Melihat ibu saya yang harus
mengajar di kelas 1 sekolah dasar, pagi menyebarangkan muridnya karena letak
sekolahnya di pinggir jalan provinsi takut ada celaka terhadap muridnya, belum
lagi kalau sore ibu harus memberi les privat bagi murid atau tetangga yang
belum bisa membaca menulis ataupun menghitung. Masih ingat betul, ibuku selalu
meminta pertolonganku untuk membantu muridnya bisa menggaris tepi 3 kotak dari pinggir
untuk memulai menulis. Karena banyaknya murid, saya juga kadang harus melihat
sejauh mana murid ibuku ini menulis dan mencoba mengejanya. Hampir setiap hari
seperti itu. Hingga masih terperi di ingatanku, guru itu adalah sebuah
pekerjaan yang berat. Dan dalam hatiku, cukuplah ibuku saja yang menjadi guru,
saya akan lebih baik dari beliau dari segi profesi. Keyakinan kedua untuk
meninggalkan profesi guru adalah ketika bapak saya yang guru SMP harus
berangkat jam 6 pagi demi memberikan contoh dan menegur muridnya yang
terlambat, atau sekedar berbincang-bincang dengan pegawai kebersihan di
sekolah. Sorenya, harus membimbing ekstrakurikuler di sekolah yang kulihat
beliau harus berpikir keras apa kira-kira materi yang harus disiapkan supaya
anak didiknya semangat datang ke sekolah.
Dalam seminggu, jika ada paman dan bibi berkumpul di rumah
yang dibahas adalah bagaimana muridnya, tentang kesulitan menghadapi muridnya,
prestasi yang diperoleh setelah ikut lomba ini itu atau nilai ujian yang
dibagikan. Ibuku yang paling rajin membuat ‘lesson
plan’ harus berbagi dengan saudara-saudaranya untuk bisa dimintakan
masukan. Pemandangan ini sudah kurasakan sejak aku masih kecil hingga sebesar
ini dan cukup meyakinku, “Oke, I will be
teacher of teacher, at least not teacher in elementary, junior or senior school.”
Saat itu saja.
Hingga dua tahun kemarin. Guru mengantarkanku menjadi
seorang engineer. Saya bisa membuat
orang tua dan guru-guru saya bangga, tapi tetap saya tak ingin menjadi guru :D
Kali ini diperparah dengan isu-isu pendidikan yang benar-benar menurut saya
sangat memusingkan. Belum lagi segala fasilitas atau kualitas guru yang belum
ditingkatkan lebih baik dan pula manner
tingkah laku anak didik tidak sangat tidak sebanding dengan perkembangan zaman,
evaluasi pendidikan di banyak sisi yang menjadi katalisator kemajuan pendidikan
di Indonesia belum maksimal, kesetaraan dan kesejahteraan untuk murid-murid
yang ada di pelosok ataupun di kota yang masih belum tertata rapi. Jika
dianalisa dan dijadikan riset mengenai isu pendidikan saya rasa akan bisa
mengalahkan episode sinetron Tersanjung atau bisa dibuat buku sampai berapa
jilid. Kalaupun jika harus dianalisa mana sumber dan akhirnya akan menjadi algoritma
rumit ujungnya pun menjadi algoritma ‘ayam dan telur siapa dulu yang lahir.’ Sesi
perjalanan Guru adalah Pahlawanku berakhir dua tahun kemarin. Saya meyakini
guru adalah dewa yang bentuknya manusia. Sudah cukup itu saja. Biar saya jadi engineer saja.
Tapi tahukah kalian, sang Produser yang Maha Hebat, bisa
berhasil membauat episode apik dalam hidupku, sehingga cerita Guru adalah Pahlawanku
kembali hadir dalam kehidupanku. Kali ini artisnya adalah diriku. Ya, serius. Saya
jadi guru. Jadi guru hanya setahun, mengajar SD dan SMP di tanah yang mungkin
orang lain tak mengenalnya. Ada apa denganmu Nak? Kesambet? Atau karma atas
omonganmu sendiri? Atau takdir? Mungkin, Sang Produser Hidup kuingin
membuktikan riset yang pernah aku niatkan kenapa ‘guru adalah pahlawanku’
Lagi, tahukah kalian being
teacher is not simply as my thought. Pagi saya harus bangun benar-benar
pagi, yang akan kuhadapi adalah anak manusia, bukan layar komputer atau
peralatan engineer yang biasa rutin kulakukan. Saya harus memikirkan apa yang
akan saya ajarkan kepada muridku, menuangkan dan menjadwalkannya pada istilah
yang disebut RPP dan ada lagi silabus. Gampang? Belum selesai. Ternyata
kemampuan murid-muridku tak bisa disamaratakan seperti mesin yang harus
dikalibrasi dulu sebelum dinyalakan atau dipakai. Satu anak sangat menonjol
dalam berhitung tapi dia kesulitan mengeja,membaca dan menulis huruf. Ada lagi
yang sudah sangat lancar membaca namun kesulitan menghiung. Ada juga bisa
membaca namun setelah satu paragraf dibaca, dia tak tahu akan maknanya. Bagaimana
bisa saya menangani berbagai manusia yang berbeda kemampuan, namun saya harus
bertanggung jawab agar mereka bisa. Rencana pembelajaran dirubah lagi, dibumbui
strategi supaya mereka cepat tanggap terhadap apa yang diperintahkan.
“Bekerjalah dengan
hati, maka kelak kau akan mengerti mengapa mereka terlahir di dunia ini”
Salah satu pesan yang terpatri kuat sampai sekarang. Ternyata
mengajar dengan pintar dan bijaksana ini tak cukup. Benar, seorang guru bukan
hanya profesi, namun mereka yang mampu bekerja dengan hati. Mencoba mendalami
apa yang mereka rasa tak bisa, mengikuti bagaimana mereka belajar dan kehidupan
mereka, membuat saya mengerti dengan segala fasilitas yang apa adanya, dengan
satu buku tulis untuk semua mata pelajaran , karet penghapus alami yaitu ludah
mereka, juga buka yang masih saja dari kurikulum 1994. Bekerja dengan hati dan
meyakini bahwasannya tidak ada anak yang terlahir bodoh, saya mencoba
menerapkan apa yang dipetuahkan.
Mengadakan les privat di sore hari, walaupun rumah mereka
benar-benar tersebar di seluruh bukit di pulau itu. Mengumpulkan niat dan
tekad, memberikan mereka semangat, memberi apresiasi bagi mereka yang mau
bekerja keras, dan menghargai setiap jerih letih mereka untuk mau belajar, itu
memang benar-benar tak ternilai harganya. Belum lagi harus berangkat di tengah
hujan, dengan kelas yang bocor banjir dimana-mana, namun murid yang rumahnya
jauh masih mau berangkat ke sekolah.Saya mencoba merefleksikan bagaimana
perasaan ibu saya yang sore itu juga memberi les privat kepada anak didiknya
dan juga tahu mengapa senyum ibuku selalu ada di pagi hari walaupaun beliau
harus menyeberangkan muridnya. Sebenarnya, karena beliau ingin memberi contoh. Ya
kan?
Tahukah kalian, kepuasan utama saat saya menjadi guru adalah
ketika muridku bisa menyelesaikan tugasnya dengan benar dan satu lagi ketika
mereka bisa mengucapkan, ‘ibu, maaf ya’ atau ‘teman, terima kasih’ atau ini
juga,’ibu, kapan kita belajar lagi?’ Aih,itu benar-benar tak ternilai.
Saya yakin tiap guru tak sadar bahwasannya dirinya
diciptakan untuk jadi pahlawan. Namun, seperti keyakinanku sebelumnya, guru
bisa dalam wujud apapun asal dia memberikan separuh hatinya untuk diajaknya
bekerja. Menurutku guru itu bisa disebut pahlawan, karena didalamnya sudah
tertanam rasa kepemimpinan, hasrat untuk mendidik, menciptakan para pemimpin
baru dengan memberi anak didiknya semangat dan dukungan.
Cobalah buat lesson plan, terapkan ke muridmu dalam sehari,
lalu evaluasi lah. Bertemulah dengan mereka keesokannya, perhatikan sorot
matanya, apakah mereka masih mau mendengarkanmu? Apakah kalian patut di dengar?
Kalau tidak ada yang salah dalam diri kalian, dan mestinya kalian ingin
memperbaikinya bukan? Dan dari situlah, sebenarnya menjadi guru itu adalah
menjadi murid dari kehidupan kalian.
Jadi analisaku, jika guru adalah pahlawan maka itu adalah
hasil dari pengalaman menjadi (pemimpin + murid) yang berulang. Dan saya yakin
beliau, para guru-guru disana akan selalu belajar dari murid-muridnya sepanjang
hidupnya.
~Tulisan ini kuajukan untuk apresiasi yang mendalam bagi
para guru yang pernah membimbingku~
No comments:
Post a Comment
terima kasih yaa :)