Suatu hari ada seseorang yang menasehati saya, ’Memandang
sukses atau tidak, bahagia atau tidak bahagia atau juga sejahtera dengan tidak
sejahtera itu membutuhkan kejelian untuk melihat dari berbagai macam sisi. Jika
kamu sedang bermain dalam permainan kartu, pilihan mana yang paling kamu anggap
puas dan peluang mana yang mendekati menang, apakah ketika kamu mendapat kartu
As,atau teman kamu yang mendapat joker, atau ketika kamu mengambil kartu yang
ternyata angkanya kecil?’
Saat itu saya hanya terdiam dan dengan segenap hati saya
memberanikan diri untuk menjawab,
‘Semuanya bisa. Bergantung permainan apa yang sedang saya
mainkan dan strategi apa yang akan saya gunakan’
‘Right answer. Jawabannya
depend on. Senang atau tidak. Menang
atau kalah bergantung dari mana kamu memandangnya dan bagaimana kamu
melakukannya.’
Begitu pula saya memandang kesuksesan dalam hidup saya. Sukses
itu ketika saya bisa menjadi berguna bagi orang lain. Saat kecil saya
bercita-cita ingin jadi pemadam kebakaran. Tidak lama kemudian beralih menjadi
arsitektur, setelahnya ingin jadi petugas PLN, dan seterusnya berganti terus, depend on kejadian yang menginspirasi
saya saat itu. Jika sekarang ditanya ingin menjadi apa? Jelas sangat depend on juga. Namun keinginan terbesar
saya adalah ingin membangun perusahaan telekomunikasi dan membangun rumah
belajar dengan perpustakaan yang besar, kelas yang menyenangkan, sehingga anak Indonesia
dimanapun itu bisa berinteraksi dengan teman-temannya di Indonesia dan dunia dengan
berbagi kegiatan dan cerita mereka.
Dalam sebuah percakapan pula saya mengutarakan tentang mimpi
saya diatas dan beliau mengatakan sesuatu yang membuatku untuk run one more mile to reach it, “Furi, to do everything you must have plan.
Oh ya, not only plan but many plans and of course backup plans too. But to do
your plans you must do it with action. Not only action, but hard-work-action.
Projected what is next for your future. But remember! It won’t go anywhere
without your action”
Mimpi dan cita-cita itu muncul ketika saya terdampar di
suatu pulau di ujung utara negeri ini dimana banyak-banyak mimpi mimpi
berkeliaran namun susah menyatukannya dalam satu wadah. Indonesia itu indah
dengan segala kekayaan dan kekurangannya. Bagaimana bisa pulau yang seindah ini
dengan anak-anak kecilnya yang sebenarnya cerdas namun tidak tahu kalau mereka
hidup di Indonesia? Bagaimana bisa mereka tak mengenal teman-temannya di luar
pulaunya yang sebenarnya adalah saudara se-Indonesia nya juga? Dan akhirnya,
bagaimana bisa sebagian orang-orang disini yang banyak teknologi maju dengan
informasi dan buku yang ada dimana-mana namun tidak tahu bahwa ada bagian dari
wilayah Indonesia yang bernama Sangihe itu?
Jika kita cukup kaya dengan Indonesia, namun mengapa mimpimu
hanya cukup memenuhi dirimu sendiri? Dua tahun yang lalu ketika saya menjadi
mahasiswa akhir di kampus ini, jujur saja saya tidak tahu akan kemana saya akan
melangkah setelahnya. Setelah mencoba untuk bekerja di salah satu perusahaan
swasta telekoumikasi, saya yang cukup bangga dengan gelar Sarjana Sains Terapan
mencoba peruntungan lain untuk apply beasiswa master ke luar negeri yang hampir
kesekian kalinya gagal walaupun akhirnya ada satu yang mau menerima saya.
Ketika saya waktu itu berada di puncak kepuasan untuk
meneruskan keinginan saya mencari ilmu lagi, ada seseorang yang saya kagumi
hadir dengan penawaran yang membuat saya untuk berpikir berkali-kali apakah
saya bisa melakukannya. “Saya yakin kamu akan survive ketika kamu tinggal di Singapura atau di Eropa atau di
Jepang sana, tapi saya menantang kamu, apakah kamu bisa survive mempertahankan mimpimu untuk bisa mengajar di daerah
pelosok di negerimu sendiri dengan segala yang kamu punya dan perbedaan kondisi
yang ada di sana?”
Jawaban saya saat itu, “I
bet you, I can do it”
Lagi-lagi, pandanglah sukses dari berbagai sisi. Setahun
saya bersama keluarga, murid, masyarakat yang sangat madani sungguh
menyenangkan. Mengajar disini bukan hanya menerangkan kepada murid untuk yang
tidak bisa jadi bisa, mengajari kepada masyarakat untuk yang tidak tahu menjadi
tahu, namun lebih kepada resilience
dan endurance saya pribadi untuk
tetap bisa survive dengan tetap menjaga diri selalu konsisten dengan pilihan
yang sudah saya ambil. Belajar memimpin diri sendiri dan juga belajar menjadi
bagian yang dipimpin. Dari sinilah mimpi saya tadi muncul.
Dan dari sini juga saya tahu, bukan DEGREE saja yang dibutuhkan untuk bisa survive dalam hidup. No
matter what is your degree either master, bachelor, or like me bachelor
applied, I realize that the most important thing is how big your endurance and
hard work to try and try more after thousand times you failed and stand up to
learn then start to action again.
Buat teman-teman sekarang, sadarilah sesuatu bahwasannya
kamu akan terpandang, jika kamu berhasil ‘melakukan sesuatu.’ Saya sempat
menyesal saat seusia ini, mengapa dulu saya tak menorehkan banyak prestasi yang
sebenarnya saya bisa lakukan. Mengapa saya dulu tak melakukan inovasi yang
sebenarnya itu sangat penting sekarang, mengapa tak berusaha merampok sebanyak
banyak ilmu dosen yang sebenarnya amat berhaga. Kalian tahu, saingan kalian
yang lebih pintar dan hebat juga lebih kerja keras dari kalian sangat amat
banyak! Jika kalian tidak bisa menemukan KEUNIKAN dalam diri kalian, amunisi
apa yang kalian siapkan untuk bersaing dengan mereka, maka kalian akan sangat
mudah tersingkir dari seleksi alam ini. Mumpung, kalian masih belajar,
belajarlah yang benar. Fokuskan apa yang menjadi cita-cita kalian setelah
lulus. Jangan malu bertanya ke dosen, minta pertimbangan ke beliau, kalau bisa
sampai beliau bosan melayani kalian. Jika kalian puas dengan apa yang kalian
lakukan sekarang, berkacalah apakah kepuasan ini dinikmati untukmu? Atau orang
lain juga?
Semangat jangan pernah puas ya teman. Jangan sombong dan
jangan terlalu tinggi hati. Percayalah sejatinya mimpi itu muncul dari
lingkungan kalian.
Salam dari ibukota untuk kalian yang seharusnya lebih luar
biasa.
Furi
No comments:
Post a Comment
terima kasih yaa :)