Saturday, December 31, 2011

Telekomunikasi Tidak Terbatas pada Batas

Berbicara tentang telekomunikasi seakan tidak akan pernah habisnya. Banyak hal yang bisa didiskusikan dan butuh solusi yang tepat untuk menyelesaikannya, karena tidak bisa dipungkiri lagi telekomunikasi sekarang bagaikan baju yang harus dikenakan kemana-mana. Namun, lagi-lagi pengalaman membawa saya menilik lagi terhadap realita kehidupan telekomunikasi di Indonesia. Khususnya daerah terpencil dan perbatasan. 

Salah satu teman saya, tinggal di pulau Kawio, Sangihe dan hanya butuh 3 jam saja untuk menyeberang ke Filipina, namun bagaiamana komunikasi saya dengannya disana? Di pulau itu hanya di jatah satu pulau 7 orang saja yang boleh telpon. Masih di kluster perbatasan, Pulau Matutuang, sinyal malah tidak ada sama sekali. Menghubungi teman yang disana harus melewati radio TNI pantai itupun kalau berhasil dan kenyataan menyatakan tidak berhasil. Lantas, bagaimana dengan kabar teman saya yang tidak berada di kluster perbatasan, namun letaknya jauh dari kota yang membutuhkan waktu sekitar 8 jam perjalanan laut untuk sampai di pulaunya? Cara komunikasinya bisa lewat surat yang dititipkan ke nelayan atau kalau tidak berhasil akhirnya cukup dengan doa. Ya, tepat dengan doa atau dengan ikatan batin mungkin, karena memang di Pulau Para, Sangihe, tidak ada sinyal telekomunikasi dan radio pantai TNI. Bayangkan, tahun 2011 menjelang tahun 2012 tidak ada sinyal? Tidak ada sistem telekomunikasi? Apakah memang benar telekomunikasi itu punya batas?

Melihat kenyataan yang ada, Sangihe merupakan daerah perbatasan dengan kondisi geografis kepulauan, sehingga jarak antar pulau besar dan pulau kecil-kecil di sekitarnya sangat sulit dijangkau. Kondisi kelautan dengan cuaca yang tidak menentu menyebabkan segala aktifitas yang menyangkut pemerintahan atau pendistribusian hasil panen menjadi tersendat. Gambaran umumnya seperti itu dan saya mengambil Sangihe menjadi salah satu fokus yang cocok menjadi gambar deskriptif tentang keadaan di lapangan khususnya di daerah perbatasan.

Kecewa pastinya ada, karena ternyata jaringan XL belum tersentuh di Sangihe. Namun, saya yakin dengan mengadakan kompetisi seperti ini, akan memberikan gambaran bagi XL bagaimana merealisasikan komitmennya untuk menjangkau telekomunikasi di tanah air, tanpa mengenal batas. Karena memang banyak kontribusi yang bisa diberikan XL sebagai operator penyedia jasa telekomunikasi. Salah satunya dengan membangun jaringan telekomunikasi di perbatasan dan daerah terpencil dengan memaksimalkan penyediaan pelayanannya.

Adanya pembangunan jaringan telekomunikasi di daerah terpencil dan perbatasan sangat diperlukan karena timbul adanya kebutuhan dari masyarakat. Banyaknya tantangan dan kendala yang butuh solusi, ditawarkan atas kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Salah satunya sarana telekomunikasi yang memudahkan. Apalagi dengan pembangunan jaringan telekomunikasi tidak akan mencakup komunikasi 2 arah saja seperti telepon dan sms, namun sekarang bisa mengadakan layanan broadband internet yang dapat dijangkau oleh penyediaan jaringan telekomunikasi itu sendiri. Hanya saja yang perlu ditekankan adalah penyediaan layanan harus berdasarkan atas keperluan masyarakat. Jangan sampai hanya membangun dan memberi, namun tanpa pengarahan, tanpa monitoring dan keberlanjutan, sebab yang ada hanya sarana yang mubadzir. Contohnya adalah seperti berikut.


Gambar 1. Bagaimana daerah terpencil dan perbatasan menjangkau kebutuhan
Hakikatnya daerah dikategorikan sebagai wilayah terpencil dan perbatasan karena kondisi geografisnya yang relatif sulit dijangkau disebabkan letaknya yang jauh atau faktor lainnya sehingga sulit dijangkau oleh transportasi maupun media komunikasi. Rata-rata dari daerah tersebut pelayanan infrastrukturnya jauh dari standar minimal. Sarana dan prasarana komunikasi, transportasi, pendidikan, dan layanan lain yang menyebabkan masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas perekonomian. Imbas dari kesulitan ini tidak hanya berdampak pada sektor ekonomi, namun juga akan berpengaruh pada sektor lainnya. Selain itu, pada daerah itu yang masih menggunakan cara tradisional untuk mengetahui cuaca buruk dan tidak untuk berlayar, menyebarang laut, atau hanya sekedar mengail ikan. Semuanya itu karena keterbatasan sarana dan prasarana yang ada atau juga mereka masih belum melek akan teknologi baru mengenai tanggap bencana ini. Sehingga tidak heran jika bencana terjadi bukan saja karena human error, namun karena tidak ada pemberitahuan dan waspada dini yang seharusnya bisa diatasi.

Suatu masalah baru kadang timbul dari masalah lain dan sebelumnya, yang akhirnya akan berimbas membentuk siklus masalah beruntun. Dan saking tidak sadarnya, telekomunikasi bisa menjadi solusi atas masalah-masalah itu. Banyak pernyataan atau pertanyaan yang bisa ditanggapi oleh penyedia layanan telekomunikasi dari keluhan “Coba kalau bisa telpon pasti bisa......” atau seperti ini “dengan sms saja, mungkin akan lebih gampang”. Artinya, permintaan ini muncul atas keinginan masyarakat (social accepted). Lantas, dimanakah peran operator sebagai penyedia layanan telekomunikasi? Banyak! Jika ingin dikaitkan, maka banyak sektor yang terbantu baik secara langsung ataupun tidak langsung


Gambar 2. Pembangunan Jaringan dan penyediaan layanan telekomunikasi


Hal pertama yang bisa dilakukan dalam upaya memberikan jasa untuk daerah terpencil dan perbatasan adalah dengan membangun  jaringan atau BTS. Karena memang kondisinya tidak ada infrastruktur yang terbangun dan kalaulah ada jaringannya belum maksimal, jadi fitur yang ditawarkan tidak tersedia. Seperti pandangan saya tadi, untuk mewujudkan tujuan XL sebagai operator penyedia layanan jasa tanah air, sebaiknya menerapkan prinsip berorientasi pada kebutuhan masyarakat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Masyarakat perbatasan dan terpencil saya rasa sekarang butuh berkomunikasi dua arah lewat telepon dan sms. Dengan begitu mereka bisa meminimalisasi kesulitan berkomunikasi dengan kondisi yang terbatas.
Situasi konkrit yang terjadi sekarang, misalnya pada suatu hari ketika ada rapat di suatu instansi pendidikan, namun ternyata perwakilan dari daerah perbatasan ini tidak hadir, karena surat undangannya tidak bisa tersampaikan sampai hari-H kegiatan. Hasilnya, info dan hasil rapat tidak tersampaikan karena sulitnya transportasi. Akibatnya, banyak guru yang buta bahkan tidak tahu info yang sedang terjadi atau bisa jadi mereka terlambat mengetahuinya. Sebenarnya hal ini bisa diantisipasi jika jaringan telekomunikasi hadir dan memberikan layanan terbaiknya. Jadi, dari instansi tersebut hanya perlu kirim sms atau telpon saja untuk mengabarkan adanya agenda rapat. Mungkin kondisi ini sederhana, namun dampaknya akan sangat luar biasa.

Salah satu pulau tempat saya bermukim menawarkan keindahan alam yang luar biasa. Keindahan bawah laut dan hasil lautnya yang sangat menjanjikan. Namun, seakan keadaannya tidak pernah ter-ekspose di dunia luar. Juga, hasil kekayaan alam seperti cengkih kopra dan lainnya juga sangat menjanjikan, namun hanya dinikmati di pulau ini saja, atau paling jauh pangsa pasarnya hanya sekitaran daerah itu saja. Padahal bisa jadi ini menjadi salah satu komoditi yang bagus. Dengan menyediakan jaringan telekomunikasi dengan kecanggihan fitur yang sudah bagus, masyarakat bisa diperkenalkan internet untuk bisa mengenalkan daerah dan potensinya. Diberikan semacam pelatihan untuk membuat dan mengisi website pulaunya. Mengenalkan pulaunya, menjual hasil buminya, mengetahui tren pasar di luar. Selain itu, memudahkan pihak pemerintah untuk memonitor daerah ini tanpa harus datang ke pulau secara langsung tiap hari. 

Layanan tanggap bencana. Ini salah satu layanan yang wajib ada untuk daerah yang rawan bencana atau daerah dengan geografis yang ekstrim. Banyak dari kita kadang hanya pasrah dengan keadaan alam yang ada karena sifatnya yang datang tak menentu. Sehingga banyak bencana yang terjadi tanpa antisipasi sebelumnya. Padahal, kecelakaan dari bencana ini banyak diminimalisir jika informasi yang tersampaikan bisa didapat dan diantisipasi sebelumnya. Penyedia layanan telekomunikasi bisa menjembatani hal ini. Dengan layanan seperti info badan meteorologi dalam bentuk website dengan koneksi cepat bisa membantu memberikan informasi dan memonitoringnya. 

Pembangunan infrastruktur telekomunikasi ini harus bersifat berkelanjutan, partisipatif dan inovatif. Berkelanjutan dalam artian harus memperhatikan pemeliharaan, pemanfaatan dan pengembangan selanjutnya. Jangan sampai berkesan, asal pasang saja lantas pemeliharaannya tidak terawat. 

Itulah sedikit gambaran dan bagaimana menanggapi telekomunikasi yang tidak terbatas pada batas. Tidak perlu yang terlalu canggih dulu. Adakan infrastrukturnya, berikan layanan telpon dan sms yang bagus, tarif yang tidak begitu menyusahkan. Berikan pengetahuan dan pelatihan tentang internet, lantas adakan layanannya setelah masyarakat siap. Awasi keberlanjutannya dan evaluasi terhadap kelayakan pakai di daerah terpencil  dan perbatasan. 

Saya yakin, walau hanya dengan memaksimalkan sms dan telepon, saya rasa teknologi ini yang tepat guna untuk masyarakat di wilayah terpencil dan perbatasan. Dengan begitu dunia telekomunikasi tidak lagi mengenal dan membedakan batas.

Oleh : Furiyani Nur Amalia
Pengajar Muda Gerakan Indonesia Mengajar
http://fhyuryi.blogspot.com/2011/12/telekomunikasi-tidak-terbatas-pada.html

Year 2011 full of memories to face 2012

Bismillahirrohaminirrohim..


16.13 WITA

Mengawali cerita yang berkecamuk di kepala ini. Ingin menulis dari tadi tapi disibukkan dengan acara di kampung. Jadi ini memang last minute banget untuk nulis perkembangan apa yang terjadi dalam hidupku selama 2011. Tahun 2011 aku maknai sebagai tahun yang penuh dengan pengorbanan dan penghargaan.

Tahun 2011 awal, berusaha menjalankan resolusi apa yang sudah aku buat di tahun 2010, yaitu bekerja, melanjutkan studi dan travelling. Thats the important points I remembered. Lulus dengan predikat lulusan terbaik, bukan perkara mudah. Harus ada kelanjutan untuk melakukan terbaik lainnya. Entah kenapa aku berpikir seperti itu. Kalau temanku bilang, sebaiknya aku sedikit luwes saja menjalani hidup, tapi thats me! I cant be that always  . Tahun 2011 aku bisa menghasilkan uang dari hasil kerjaku. Alhamdulilah. Bisa menabung, bisa berpetualang ke kota yang tak pernah berhenti (baca : jakarta) membuatku belajar bahwasannya, hidup memang harus kerja keras jika kamu ingin bertahan hidup dan ingin berkompetensi. Apakah aku menikmatinya? Insyallah .

Tahun 2011, rencana travelling dalam negeri sedikit tersendat karena padatnya acara dan ketidakmampuan diri ini manage waktu. Walhasil, travelling hanya ke tempat yang dekat-dekat saja. Tapi yang aku rasakan adalah, aku bisa menemukan teman dan saudara baru. Itulah hal yang lebih aku suka. Mendapatkan saudara dan menyambung silaturahmi. Di tahun ini juga, aku bisa mewujudkan mimpi untuk bersekolah ke luar negeri, walaupuuuuun sangat susah, menguras hati, keringat, uang, tenaga, otak, semuaanya. Hal positifnya adalah menyerah tak akan menyelesaikan masalah waktu itu. Dan akhirnya, aku melewati sisa-sisa hidupku di Indonesia dengan melanjutkan pekerjaanku. Berusaha untuk melewatinya dengan senang dan gembira.

Namun, sepertinya Allah itu baiknya luar biasa. Seakan Allah tak ingin aku diciptakan sebagai makhluk yang sia-sia. Seakan Allah menyayangiku dengan memberikanku petuahNya secara langsung dan tidak langsung. Allah membimbingku dengan caraNya yang aku benar-benar rasakan setelah aku berada pada titik akhir tahun ini. Maret tanggal 22, aku diterima sebagai Pengajar Muda. Kenapa aku tidak menjelaskan bagaimana bisa aku diterima sebagai Pengajar Muda, menanggalkan segala pengorbanan dan embel-embel “lebih enak” yang sudah aku dapat selama ini. Aku merasa proses menentukan dan mengorbanan adalah momen transisi dalam hidup dimana keteguhan dan segala ke-idealisanku ini diuji. Masih teringat, “bersusah-susah untuk berhidup susah” adalah kata yang selalu teringat di kepala ini. Tapi sekarang aku bisa berkata “bersenang-senang untuk hidup hebat” setelah 6 bulan aku jalani hidupku yang luar biasa ini.

Tahun 2011 aku maknai sebagai pembelajaran hidup. Aku harus mau memberikan dan menerima juga merelakan apa yang sudah didapat. Mungkin aku merasa waktu itu aku belum berbuat apa-apa untuk diriku, orang tuaku dan negeriku. Makanya aku memutuskan untuk menjadi pengajar muda. Entahlah, alasan pasti kenapa aku ikut pengajar muda juga belum pasti dan jelas sampai sekarang.  Panggilan hati yang jelas. Terus muncul pertanyaan, kemana pekerjaan dan karirku? Coba tebak jawabnya. Tapi, aku yakin Allah selalu memberi yang terbaik atas sesuatu yang baik. Menjadi pengajar muda adalah salah satu hal revolusioner tahun ini. Aku merasa menjadi seorang yang kecil, orang yang tidak pantas menyombongkan diri, tidak pantas disebut ini itu, karena setelah mengikuti gerakan ini, banyak teman-teman yang luar biasa aku kenal. Banyak orang-orang luar biasa di negeri ini yang hebat. Mereka semua hebat, aku ingin curi dan ambil semua ilmunya. Masih teringat kata-kata bapakku, pada minggu awal aku karantina. Aku menelpon beliau,

Furi : “Bapak, bapak tahu, temanku disini pintar-pintar lho, banyak prestasinya dan mereka semua keren. Tadi aku baca semua biografinya. Dan aku merasa kecil dan bukan apa-apa. Orang-orang disini juga hebat semua

------------------- lamaa, bapak terdiam sejenak.

Bapak : “Tenang saja. Semua ada porsinya. Yakin deh, bersama mereka, kamu sebentar lagi akan menjadi pintar juga

Ternyata, lingkungan sangat menentukan kemana kita akan hidup dan berjalan. Hehehe, menjadi pengajar muda bersama 72 pengajar muda yang lain membuat tahun 2011 ini begitu bermakna. Banyak cerita, banyak share dan banyak pelajaran yang aku dapat selama bertemu mereka. Dan yang jelas, semakin banyak saudara.

Selain itu, tahun 2011 aku mempunyai keluarga baru di Sangihe. Mempunyai 47 anak SD dan 15 anak SMP. Mempunyai banyak partner, banyak relasi. Dan yang jelas mempunyai segudang pengalaman hidup yang luar biasa. Ceritanya nanti saja, apa pengalaman hidupnya.

Lantas, bagaimana dengan 2012?

Tiga hal yang ingin saya capai setelah ini, melanjutkan sekolahku yang sempat tertunda, travelling sebelum berangkat, buat buku, renovasi kamar pribadi, memiliki perpustakan, daaaaaan jalan-jalan sama bapak kemana-mana :) quality time with family yang jelas. Hehe, kok malah banyak yaaa? Mungkin itu untuk 6 bulan setelah bulan awal. Namun, untuk bulan menginjak tahun 2012, aku ingin membuat moment terkenang dengan murid-murid dan masyarakat disini. Berharap semuanya bisa berjalan lancar.

Anyway, selamat menyambut tahun baru 2012. Semoga tetap sehat dan semangat! Sedang menyiapkan kegiatan kampung untuk malam tahun baru ini. Semoga acara lancar. Dan dimanapun kalian berada, kalaulah tahun boleh berganti, namun semangat juga harus terbarui setiap hari.

Salam

Furi :)

gotta go! jadi panitia acara tutup tahun ni :D

Friday, December 30, 2011

Dari Kecil Bisa Menjadi Besar dan Berarti

Enam bulan yang lalu ketika menapakkan kaki pertama kali di tempat ini, banyak impian dan harapan yang harus saya lakukan hingga setahun penempatan saya disini. Namun, setalah 6 bulan berjalan yang begitu cepat dilalui dan saya menanyakan lagi kemanakah perginya kata “banyak” di depan kata “impian” dan “harapan” itu. Kemanakah “impian” dan “harapan” yang saya sandingkan dengan daerah pinggiran kota dan pedalaman ini pergi? Bagaimana keberlanjutan dari impian dan harapan itu sendiri? Masih berlanjutkah, berhenti sejenak atau sudah berhenti? Tetapi, dalam 6 bulan perjalanan menapaki tempat ini saya banyak belajar, ada sesuatu yang harus diubah dari cara berpikir saya yaitu konsep “banyak” menjadi pemikiran “kecil namun berarti”.


Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan primer bagi sebagian kalangan. Namun jika mendengar kata pinggiran atau pedalaman, apa yang terpikir di benak Anda pertama kali? Jaraknya jauh? Daerah pedesaan? Tidak ada listrik? Transportasi sulit dan medannya berat? Benar, semuanya hampir benar! Kurang satu lagi, susah signal atau bahkan blank spot. Karena saat ini masyarakat di pedalaman atau pinggiran juga mempunyai kebutuhan yang sama akan komunikasi, walaupun tidak sampai pada titik primer.

Sangat di sayangkan sekali ketika saya sampai di Tahuna, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, yang notabene adalah ibukota kabupaten, jaringan XL Axiata masih tidak terjangkau alias belum ada infrastruktur yang terbangun sama sekali disini. Di ibukotanya saja tidak ada, lalu bagaiamana dengan kebutuhan komunikasi di pulau kecil sekitarnya yang kelak jadi tempat saya tinggal? Nihil pastinya. Padahal Sangihe ini yang merupakan salah satu daerah perbatasan membutuhkan asupan informasi dan media untuk mengenalkan daerahnya. Banyak potensi yang harus diperkenalkan namun media lokal kadang hanya menjangkau sampai lingkup lokal saja, belum sampai terdengar di Indonesia. Bahkan banyak orang yang masih belum mengerti dimanakah Sangihe itu. Banyak pula informasi di luar sana yang sebaiknya dikonsumsi supaya mereka tahu bagaimana Indonesia atau dunia ini sedang berkembang. Dari sini saya menemukan benang merah dari berbagai tantangan ini yaitu JARINGAN KOMUNIKASI. Karena dengan konsepnya yang berjalan dua arah, komunikasi akan memudahkan terbentuknya jaringan timbal balik yang sudah dijelaskan tadi.

Banyak pikiran idealis saya bawa dari ‘kota’ yang harus dihadapkan pada banyak keadaan realistis di daerah ini. Salah satunya adalah sektor pendidikan dan perekonomian masyarakat. Begini pemaparannya.



Gambar 1. Konsep idealis pinggiran kota dengan dua sektor pendampingnya

Tujuan utamanya adalah ingin memajukan daerah tersebut dengan mem-breakdown kebutuhan ideal dari dari pemikiran selama ini. Namun, setelah melakukan assessment banyak tantangan dan kendala muncul dari konsep seperti diatas. Contohnya, di sektor pendidikan, bagaimana bisa menjalankan komputer internet atau istilahnya internet masuk desa, jika di daerah tersebut pasokan listrik tidak ada dan kalaupun ada hanya mencukupi kebutuhan 1 komputer dan frekuensi menyalanya sebentar. Jadi informasi yang tersampaikan terbatas saja. Timbul pertanyaan lain, lalu siapakah yang mengoperasikannya? Lalu siapa yang bertanggung jawab untuk perawatannya, dan bagaimana nantinya dengan adanya komputer ini akan mempengaruhi pola berpikir masyarakat disini tentang pendidikan? Bagaimana menjelaskan konsep pendidikan dari yang keluar dari komputer ini?

Harapan kedua adalah ingin sekali murid-murid disini tetap mendapatkan pelajaran ketika gurunya tidak ada atau ingin bertukar informasi dengan temannya yang ada di kota sana dengan cara e-distance learning yang teknologinya marak akhir-akhir ini. Realistiskah? Mampukah mereka? Jawabnya adalah realistis, mampu, bisa terlaksana, tapi masih nanti tunggu masyarakatnya siap dan mau. Begitulah keadaannya.

Bagaimana dengan sektor perekonomian? Asal cukup, mampu hidup dan kebutuhan mereka terpenuhi dalam satu hari mereka rasa tidak perlu bertindak lebih. Memikirkan bagaimana kehidupan mereka seminggu kedepan atau kelangsungan hidup mereka, biar itu terjadi nanti. Mereka lebih senang menangkap ikan untuk kebutuhan harian mereka, lebih suka menunggu panen pala, cengkih yang bisa dipanen tiap 3 bulan sekali atau lebih. Kemudian pemikiran untuk memasarkan hasil dagangannya masih sampai di pasar tradisional setempat saja. Ketika ada pertanyaan, kenapa tidak di pasarkan minimal ke pasar lokal? Lagi-lagi kendala transportasi dan komunikasi menjadi salah satu alasan terbanyak. Tidak berhenti sampai disitu, datanglah tawaran untuk mengajak belajar bagaimana membangun koperasi sehingga tidak perlu ke tengkulak lagi untuk memasarkan hasil panen, tawaran untuk mau belajar bagaimana meningkatkan hasil panen mereka. Dan sekali lagi, tanggapan tidak begitu antusias karena memang tidak bisa dipungkiri, kualitas sumber daya manusia jauh yang dari kita kira sebelumnya dan fasilitas nyatanya belum terbukti ada. Itulah mengapa semua ‘embrio’ sektor pendukung tak jauh-jauh dari PENDIDIKAN. Keduanya akan bisa berjalan beriringan jika media penghubung, yaitu layanan telekomunikasi tersedia dengan baik. Namun, pertanyaannya adalah apakah pemikiran banyak dan idealis ini benar-benar dibutuhkan masyarakat di pedalaman dan pinggiran kota? Apakah mereka benar-benar membutuhkan, ketika salah satu operator telekomunikasi bisa memberikan segala fasilitas diatas? Belum tentu. Lantas solusinya?

XL Axiata sebagai penyedia layanan komunikasi sudah tepat mempunyai gagasan untuk menawarkan konsep “memajukan pendidikan dan perekonomian” di daerah pinggiran kota dan pedalaman. Dengan pandangan paparan diatas, gagasan untuk memajukan, kembali harus di –breakdown lagi dan di- down to earth apakah konsep diatas sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya jika memang XL akan bertindak memberikan perannya. Dengan membina , saya yakin XL akan semakin mantap menunjukkan keseriusannya membantu memajukan pendidikan dan perekonomian di tanah air. Melihat kondisinya, dirasa tepat jika XL menjadi penyambung antara keberadaan daerah pinggiran dan pedalaman dengan kebutuhan di sektor pendidikan dan ekonomi.



Gambar 2. XL Axita menjadi penyambung kedua sektor

Saya yakin XL tidak berpretasi untuk membantu menyelesaikan seluruh permasalah komunikasi dan sektor lain di tanah air, namun dengan memberikan solusi, diharapkan ada gambaran tentang kondisi di lapangan. Dengan meyakini bahwasannya pendidikan merupakan embrio dari dan untuk sektor yang lain, maka sektor pendidikan yang mulai dibina pertama kali.

Pendidikan

Dimanakah peran XL Axiata membantu memajukan pendidikan? Pemerintah dengan baik menyediakan SD sampai SMP di daerah tersebut, namun bagaimana kualitasnya? Kualitas unggulan atau hanya kualitas ijazah lulus? Harus di breakdown lagi, apa sebenarnya kebutuhan mereka. Kebanyakan dari mereka belum mengerti konsep sekolah itu sendiri, karena di pikiran mereka tanpa sekolah pun mereka bisa tetap hidup. Jangankan untuk keinginan berkompetisi dan bersaing, keinginan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, hanya sebagian saja yang mengerti. Disinilah letak XL, tidak harus melulu berupa pulsa untuk dibagi-bagikan dengan sekali beri langsung habis. Melalui programnya XL bisa mengadakan atau mensponsori kegiatan pelatihan untuk guru di daerah. Bagaiamana meningkatkan kualitas dan kinerjanya. Memberikan pengarahan pendidikan berkarakter untuk murid, pembelajaran kreatif, cara menghimpun kesatuan guru di daerahnya untuk menginisiasi suatu kegiatan.

Selain itu, memberikan pelatihan untuk guru bagaimana menggunakan media komunikasi yang di sponsori oleh XL. Guru bisa mengoperasikan komputer, menggunakan aplikasi sebelum dalam jangka panjangnya berlanjut pada teknologi canggih seperti Skype atau e-distance learning yang membutuhkan pemahaman lebih. Itulah fungsi dari keberlanjutan itu sendiri, bagaimana mengembangkan program yang sudah dirintis untuk berlanjut ke arah yang lebih baik.

Lantas bagaimana dengan pendidikan untuk murid? Guna meningkatkan rasa untuk bersaing dan berkompetensi, maka XL bisa mengadakan lomba dan hadir langsung di daerah itu. Sederhana saja, lomba baca tulis hitung misalnya, atau cerdas cermat. Namun tujuannya adalah mengapresiasi rasa menjadi pemenang atau yang kalah. Tiap satu semester sekali ada lomba, itu sudah cukup. Lalu, jika ingin memberikan upaya seperti fasilitas semacam perpustakaan untuk pengadaan buku atau alat peraga yang dapat menunjang proses belajar mengajar, lagi-lagi peran guru harus dilibatkan untuk bisa memberikan pengarahan kepada muridnya bagaimana menggunakan dan merawatnya.

Memirkan suatu hal bahwasanya XL juga bisa memberikan bantuan berupa beasiswa kepada putra daerah untuk mau mengenyam pendidikan tinggi di luar daerahnya. Dengan begitu orang tua akan membutuhkan komunikasi menghubungi putranya, lantas setelah kembali di harapkan putra daerah ini menjadi contoh akan pandangan konsep pendidikan yang diberikannya dulu. Karena banyak dari mereka hasil nyata pendidikan dapat dilihat dari sosok seperti guru atau dokter.

Maka dengan membina masyarakat seperti ini, proses keberlanjutan tidak akan begitu sulit, juga langsung terlihat dampaknya pada kebutuhan masyarakatnya.

Perekonomian

Kualitas pendidikan yang rendah menjadi salah satu faktor kenapa sulitnya masyarakat menerima teknologi internet yang bisa saja setiap saat memasarkan hasil bumi mereka. Di tempat saya tinggal sekarang, sektor perikanan, perkebunana dan pariwisata merupakan fokus utama yang perlu di kembangkan. Namun, mengapa seakan keberadaanya tidak pernah terdengar. Ya, komunikasi masih dari mulut-mulut saja. Belum ada bukti konkret seperti foto, hasil penjualan yang bisa dibeli langsung, padahal dengan adanya internet saja mereka bisa upload foto bisa memasarkan hasil penjualan mereka ke website penjualan.

Pemerintah setempat tidak perlu memonitoring langsung ke tempat, hanya bisa mengecek saja via internet. Itu idealnya. Namun kondisi di lapangan? Internet itu apa, mereka tidak tahu. Dan memang kegiatan nyata yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan pengarahan, pelatihan berkelanjutan dan memberikan semacam “PR” terhadap hasil pencapaiannya selama pelatihan tersebut dengan XL langsung sebagai mediatornya. Itu akan lebih adil.

Lalu, cara untuk membantu sektor perekonomian lain, mungkin XL bisa menawarkan semacam koperasi untuk mereka bisa mengelola hasil panennnya, tanpa terjerat tangan tengkulak. Juga memberikan penyuluhan dan pengarahan bagaimana meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen mereka, supaya mempunyai nilai jual yang bersaing. Dengan keberlanjutannya, kembali di berikan semacam “PR” tiap bulan bagaimana hasil perkembangannya. Syukur jika daerah binaannya bisa menghasilkan kualitas ekspor.

Jadi dengan begitu, kelak masyarakat bisa memasarkan hasil panennya sendiri lewat website, bertransaksi mudah dan mungkin bisa berkomunikasi dengan pihak lain yang ingin menjalin kerjasama.

Dalam membina dan membantu tidak bisa lepas memberi pada awal saja. Namun poin yang lebih penting adalah bagaimana mempertahankan dan membuat keberlanjutannya sebagai siklus yang terus berkembang. Dan sesuai dengan judul dari topik ini adalah memberi dan membina dilakukan dari sesuatu yang kecil dulu dan setelahnya biarkan itu berkembang dan membesar sehingga daerah pedalaman dan pinggiran itu dari awal yang hanya bisa berdiri dengan pegangan akhirnya siap dilepaskan dengan segala kemampuannya. Dan pada akhirnya XL sebagai salah satu penyedia layanan telekomunikasi di tanah air tidak hanya memiliki fokus untuk kepentingan komersialnya saja, namun keberadaannya akan menjadikan XL benar-benar ada.

Nantinya, dengan XL tidak ada istilah pinggiran atau pedalaman lagi, karena semuanya sudah bisa dikomunikasikan dengan baik yang ada adalah untuk Indonesia yang lebih terbina.



Oleh :

Furiyani Nur Amalia

Pengajar Muda Angkatan kedua - Gerakan Indonesia Mengajar

Penempatan Kabupaten Kepulauan Sangihe – Pulau Beengdarat.

furiyani@gmail.com

http://indonesiamengajar.org/cerita-pm/furiyani-amalia/dari-kecil-bisa-menjadi-besar-dan-berarti