Monday, April 27, 2015

Tenaga Angin yang Menggerakkan Kereta



Tenaga Angin yang Menggerakkan Kereta
Elemen : Angin


Membaca berita mengenai peresmian Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) akhir-akhir ini di media massa, memberikan wacana baru akan sebuah teknologi mutakhir ramah lingkungan sebagai salah satu alternatif penghasil energi terbarukan di Indonesia dengan angin sebagai sumber daya utamanya. Indonesia sebagai negara kepulauan yang 2/3 dari wilayahnya adalah lautan sangat potensial mengembangkan pembangkit listrik tenaga angin ini, dimana salah satu faedahnya akan sangat membantu mengatasi kesulitan pasok listrik, terutama di daerah-daerah kepulauan terpencil. Selain ketersediaanya yang  melimpah dan gratis di alam, energi angin menjadi salah satu alternatif yang banyak dipilih dan sekaligus berfungsi mengurangiemisi gas karbondioksida (CO2) yang dihasilkan oleh perangkat sumber energi sebelumnya.      

Bila mendengar tentang sebuah teknologi pembangkit tenaga angin, tentunya yang terbesit di kepala adalah sebuah pembangkit yang berbentuk menara langsing nan tinggi umumnya dilengkapi dengan bilahan tiga besi putar di atasnya yang digerakkan oleh angin, kemudian mengaktifkan generator atau turbin sehingga menghasilkan sebuah daya yang dapat diubah menjadi listrik. Proses bekerjanya pun persis dengan kicir angin, tepat seperti yang dikembangkan oleh negara Belanda contohnya. Sejak abad 13 lalu, Belanda mengenal teknologi ini untuk mengekspansi daratan daerahnya, sehingga tidak heran hampir di setiap distriknya banyak dijumpai banyak kincir angin. Berawal dari kebutuhan untuk mengeringkan sebagian kawasannya yang berada di bawah permukaaan laut untuk tetap kering, Belanda menggunakan kincir angin untuk mendorong air ke lautan agar terbentuk daratan baru yang lebih luas dan bisa ditempati. Namun, seiring dengan berkembangnya kebutuhan, Belanda mulai untuk memodifikasi beberapa fungsi terkait kincir angin untuk menyokong keperluan harian dari skala rumahan sampai industri. Indonesia yang sumber daya anginnya lebih melampaui dari Belanda, sudah selayaknya belajar dari evolusi perkembangan kincir angin dari negeri tulip ini. 

Abad demi abad keberadaan kincir angin di Belanda sangat menyesuaikan dengan kebutuhan yang ada di lapangan. Menurut fungsinya secara industri, kincir angin ini muncul dengan berbagai nama sesuai dengan penggunaannya. Misalnya, kincir angin untuk menggergaji (sawmill), kincir angin untuk menggiling jagung (cornmill), untuk menggiling rabuk kertas (papermill), atau kincir angin kecil untuk mengalihkan angin serta pengeringannya lebih cepat (postmill dan wipmolen) . Evolusi perkembangan dari kicir angin (windmill) ini beragam dari segi modifikasi dan peningkatan fungsinya, seperti perubahan bentuk kicir, badan penyokong kicir, poros, roda, dan rem pengendalinya (1). Dengan semakin cepatnya laju perkembangan teknologi diiringi dengan penemuan baru, lempengan turbin misalnya yang awalnya dibuat dari kayu, supaya lebih ringan dan tahan terhadap api diganti dengan bahan alumunium atau besi atau pada roda dimodifikasi sedemikian rupa diberikan fungsi katrol dan tali penarik untuk melewatkan air diantara mesinnya.

Contoh Cornmill di Belanda (4)

Melengkapi kebutuhannya saat ini Belanda mulai mencoba-coba untuk mengekspansi dan mengaplikasikan perkembangan teknologi kicir angin ini pada moda transportasi di negaranya. Dalam waktu dekat dan yang sistemnya sudah mulai terbangun adalah penggunaan tenaga angin menghasilkan energi yang dapat menjadi sumber tenaga penggerak kereta api. 

Rencana pengaplikasian tenaga angin untuk transportasi kereta (5)

Di Belanda angkutan kereta api memainkan peran penting dalam perekonomian Eropa dan muncul kemungkinan untuk memperluas sistem transportasi antar kota dan negara. Menurut Wilma Mansveld , Sekretaris Negara Belanda dalam Perencanaan Infrastruktur dan Lingkungan. "Di Belanda, transportasi kereta api menghadapi tantangan yang berat. Namun penggunaan angkutan kereta api tumbuh tahun lalu. Sebagai contoh: pada tahun 2013, jumah kereta api yang melewati perbatasan antara Jerman dan Belanda meningkat 4%. Sementara sebanyak 10% lebih kereta melintasi perbatasan antara Belgia dan Belanda. Dengan dibukanya Betuwe freight line di perbatasan Jerman yang dibuka sejak tahun 2007, pada Januari 2014 lalu, 100.000 kereta telah menggunakannya jalur tersebut. Terlebih lagi setiap tahun sebanyak 130.000 kereta menggunakan koridor angkutan antara Rotterdam dan Genoa yang setara hampir 4 juta truk melintas area tersebut (2). Dengan adanya permintaan dan peningkatan jumlah kebutuhan itulah, pemerintah Belanda bertekad untuk menggunakan energi angin sebagai sumber daya energi terbarukan untuk menggerakkan kereta listrik 100% pada tahun 2018.

Berkolaborasi dengan beberapa perusahan besar yang akan mensuplai kebutuhan energi angin ini, merupakan bukti kerjasama yang baik untuk mengembangkan green energy di Belanda dalam upaya mengurangi polusi yang dihasilkan kereta diesel yang terbukti cemarannya mengandung racun yang berbahaya bagi kesehatan.  Ambisi dari rencana tersebut sudah dijalankan 50 persen oleh kereta listirk menggunakan energy ini pada tahun 2015; akan ditingkatkan 70 persen pada 2017; dan berharap 100 persen dari seluruh kereta menggunakannya pada tahun 2018. Setengah dari hasil energi ini akan dikembangkan oleh sebuah ”peternakan” angin Belanda yang dimiliki oleh pengembang proyek Eneco (salah satu vendor pemenang proyek ini), setengah dari darinya baru dalam proses bertahap di negara-negara tetangga.

Topologi wallmill pada era 1940 (6)


Perubahan topologi sekarang (7)
Cara bekerja untuk menghasilkan listrik sebagai pasokan kereta tidak jauh berbeda dengan kicir angin umumnya.Secara sederhana, turbin angin bekerja berkebalikan dari kipas angin. Dari angin ini menggerakkan lempengan yang berputar pada suatu poros yang terhubung ke generator dan mengubahnya menjadi energi listrik. Kumpulan listrik inilah yang nantinya akan menjadi sumber penggerak kereta-kereta yang ada di Belanda dan sekitarnya. 

Proses menggerakkan turbin (9)


Angin sebagai komponen utama, tetap menjadi sumber pembangkit yang menggerakkan menara kicir angin ini. Seperti yang diterangkan sebelumnya, yang berubah dari evolusi kincir angin adalah komponen pembangkit di dalamnya yang disesuaikan dengan berapa kebutuhan listrik yang dihasilkan untuk memfasilitasi pergerakan kereta. Sistem dan variable kontrol kecepatan yang digunakan berubah, sehingga merubah pula komponen alat dan topologinya pembuatan badan kicir angin ini. Dibandingkan dengan topologi dahulu dan sekarang, pengerjaan pembangkit listrik tenaga angin membutuhkan perhitungan yang tepat untuk dapat menghasilkan kicir angin sesuai dengan kebutuhan tahunan 1,4 TWh di Amsterdam (3).  


Contoh perubahan yang terjadi pada turbin (8)
Dengan perkembangan ini, Belanda memberikan alternatif baru dan bisa dicontoh di negara berkembang lainnya untuk menggunakan green energy sebagai salah satu cara untuk mensosialisasikan penggunaan energi terbarukan di dunia. Selain ramah lingkungan dan mampu meningkatkan efisiensi konsumsi listrik, sumber energi angin bisa dikembangkan dimana pun dan terbukti mampu menyokong bidang apapun. Terlebih lagi untuk Indonesia dengan kekuatan sumber daya angin dan laut dan luas, teknologi yang berkembang di Belanda untuk menggerakkan sarana transportasi dan industri bisa dijadikan acuan untuk mengembangkan pasokan listrik di seluruh pelosok tanah air.

(5) Photo adopted by http://news.eneco.com/climate-neutral-rail-journeys-become-reality-by-2018/
(7) Photo adopted from Wind Turbine Generator Technologies Chapter 7 by Wenping Cao, Ying Xie and Zheng Tan, page 193
(8) Photo adopted from Wind Turbine Generator Technologies Chapter 7 by Wenping Cao, Ying Xie and Zheng Tan, page 195
(9) Photo adopten from https://reich-chemistry.wikispaces.com/file/view/How-does-a-wind-turbine-work-1.jpg/245521201/569x315/How-does-a-wind-turbine-work-1.jpg