Monday, December 31, 2012

Menyempatkan diri untuk berakhir tahun



Finally, I’m home! Yeay I am home. I try to arrange all I want to do in this end of year. Banyak yang aku harapkan di tahun ini yang aku jadikan kredit agar bisa terlunasi di tahun depan. Tahun ini teramat sangat berharga bagiku, dimana aku bisa melewatkan dan menyelasaikan apa yang sudah menjadi tanggung jawab dan  sesuatu yang sudah kukejar selama ini. Tahun ini aku berhasil melunasi apa yang menjadi keinginanku dan dilain pihak banyak sesuatu yang harius aku tunda dulu. 

Tahun 2012 aku menemukan banyak saudara, menemukan banyak pengembangan diri, banyak melakukan refleksi diri apa yang sudah aku lakukan dan apa yang akan aku lakukan. Menyenangkannya banyak tambalan yang kudapat dari lubang yang telah aku buat tahun tahun sebelumnya. Dan menyenangkannya selain aku mendapati kepercayaan diriku meningkat aku bisa sedikit mempengaruhi orang lain menuju arah yang lebih baik. 

Mengenai pekerjaan yang aku inginkan, aku masih belum menemukannya, namun aku berusaha untuk tetap enjoy dengan apa yang sudah aku kerjakan.
Aku sengaja tak mengutarakan resolusi yang akan aku lakukan. Aku sudah menuliskannya pada buku. Berharap aku dapat memenuhi semua janjiku terutama untuk lebih disiplin dan lebih istiqomah akan apa yang menjadi komitmenku 

Selamat berakhir tahun sahabat :)
Semoga Doa dan semangat selalu menyertai kita. Terus!
Jangan pernah menyerah atas apa yang sudah kamu perjuangkan :)
Allah Maha Baik. Baiknya Allah itu segalanya.

Love 

Furi

Sunday, December 23, 2012

Mom's Day

Entah ini tahun keberapa aku tidak bisa merayakan Hari Ibu bersama ibuku. Iya, menyakitkan! Aku hanya mendengarkan suaranya dari hape saja. Namun aku tak akan pernah bosan untuk menulis ulasan dan ucapan tentang Hari ibu. Kemarin aku menuliskan sesuatu di twitter @furiyani mengenai hari ibu.
Bagiku ibu adalah dunia dan akhirat. Sebuah fungsi two way cake atau 2 in 1 yang bisa aku dapat sejak aku di rahimnya #HariIbu
Dan setelahnya aku juga twit lagi tentang hari ibu
Ibu bagiku adalah cerita. Susah senang, haru rindu pilu, riang bahagia semua ada. #HariIbu
Di usia beliau yang sudah senja, aku selalu merasa Ibuku adalah sosok panutan yang sangat aku banggakan. Beliau mendidikku dengan seagung-agungnya perasaan. Beliau hadir dalam kesederhanaan dan tentu dengan stok nasihat yang selalu beliau ulang supaya apa, supaya apa yang telah menimpanya tak lagi menimpaku.

Kemarin banyangan tentang indahnya bersepeda dan pergi ke pasar atau keliling kota melihat binaran lampu atau juga saat memijit kakinya yang kelelahan hadir dalam bayangan layar hapeku ketika jempolku adalah pelampiasan menulis sms ketika aku tak bisa menelepon beliau. Bukan karena aku tak ada pulsa telpon, namun lebih karena aku ngga bisa berbicara, takut menangis :')

Akhirnya setelah sholat aku sms ke ibuku,

Selamat Hari Ibu, Ibuku yang Super! Terima kasih selalu ada di saat adek seneng atau ngga seneng. Adek sayang ibu. Terus dan selamanya. Ibu sehat yaa
 Dasarnya cengeng, copy sms barusan aku nangis lagi. Semoga aku selalu bisa membanggakan ibu. Selalu

Anakmu,

Furi


Review: Film Habibie-Ainun


Kemarin gara-gara aku dikopori oleh seseorang untuk menonton Habibie – Ainun setelah sebelumnya kami gagal nonton bareng, jalanlah saya dengan kedua teman saya Arum dan Angga di Pasifik Place. Sebelumnya aku memang sering menyaksikan trailer film ini saat menonton film lain sebelum sebelumnya. Awalnya aku agak kecewa ketika yang memerankan Ainun adalah Bunga Citra Lestari dan yang memerankan Habibie adalah Reza Rahardian. Aku akan menyangka kualitasnya sebanding dengan film 5cm yang completely sinetron. Namun bagaimana pun karena aku adalah pecinta novel yang di filmkan maka aku wajib melihat filmnya dan membandingkan dengan buku yang aku baca.

Habibie-Ainun (sumber : google)
 Jam 7.30 ketika film pertama diputar, banyak penonton yang tertawa melihat acting Reza sebagai Habibie yang menurutku memang brilliant. Bagiku, suasana yang membuncah ketika setting Jerman menjadi pembuka bagaimana gigihnya Habibie dan brilliannya beliau untuk membuat Profesornya percaya akan teorinya. Saya merasakan hal yang sama. Sebagai seorang engineer, mendapat pengakuan dari orang dengan pembuktian teori dan praktik dengan minimalisasi error itu tidak mudah. Memang benar, butuh waktu untuk tidak tidur atau rela terserang penyakit. Sampai beliau rela bertaruh untuk kesehatannya demi janji yang ia lontarkan untuk negerinya. How I admire Habibie so much. Smart, brilliant but unpretentious.  Dalam film itu sepertinya terlontar untuk mempunyai mimpi saja tak mudah, butuh keberanian dan kerja keras  untuk merihnya. Ah, jadi ingin segera sekolah dan belajar lagi.

‘Lah biar toh kalau banyak yang nyenengin, kalo frekuensinya ngga sama mana bisa. Ya ngga?’ kata beliau ketika diledek temannya apakah dia berhasil menggait Ainun yang serba istimewa itu. Aku hanya tertawa dalam hati melihat scene itu. Memori saya berputar pada buku Habibie-Ainun yang pernah aku baca. Di buku itu ditulis detail bagaimana beliau bertemu dengan Ainun, bagaimana beliau bercakap cakap dengan keluarga Bestari. Namun overall, fase pendekatan sampai menikah cukup membuatku puas di film itu. Menciptakan manusia untuk berpasangan namun dengan bibit bobot yang sesuai. Meminta Ainun untuk menemaninya ke Jerman, building their own family tanpa pengaruh keluarga besar. It’s the second time I heard the advice statement like that.Keja keras yang mengiringi perjalanan Habibie – Ainun berjuang bersama-sama menikmati proses membangun rumah tangga mereka.  Ini perkataan Habibie yang paling kusuka,
Saya tidak bisa menjanjikan banyak hal, entah Ainun bisa terus menjadi dokter atau tidak, entah kita bisa hidup mudah atau tidak disana tapi yang jelas saya akan menjadi suami yang terbaik untuk Ainun.

Memang seharusnya menikah seperti itu ya? Ah, jadi pingin menikah (yang ini kode banget-abaikan! :0)

Melihat film ini sepertinya merefleksikan apa yang sedang kurencanakan akhir-akhir ini. Ketakutan tetiba muncul ketika Habibie merasakan susah senangnya menjalin keluarga di tengah perjalanannya untuk mendapatkan gelar Doctor. Yes, from the book I red, it is really difficult! Tapi Habibie tetap melaksanakan apa yang sudah dia janjikan kepada istrinya keluarga dan negaranya untuk  tetap menjalani apapun yang sudah menjadi tanggung  jawabnya. Ah, menjalankan sesuatu yang dirasa berat memang dibutuhkan pendamping. Habibie mengajarkanku itu malam tadi. Dia yang really brilliant ternyata butuh Ainun untuk merawatnya dan menjaganya mengingatkan juga  menjadi teman share setiap malam akan pekerjaannya. Dengan manisnya dia selalu mengecup kening istrinya ketika istrinya khawatir. Menyatakan kata-kata yang membuat hati istrinya tenang. ‘Masak apa?’ tanya Habibie. ‘Masak soup,’ jawab Ainun. ‘Apapun masakanmu aku tetap makan kok, bahkan stetoskop pun kamu masak, ya tetap aku makan.’Ah, Habibie, how I really admire you so much! (bahkan menulis tulisan barusan aku masih nangis lagi)

Ainun membuatku iri. Memang apalah artinya pria jika tanpa ada perempuan di sampingnya. Dia bisa selalu ada ketika Habibie membutuhkannya, menangkan dengan penuh sabar, mendoakan ketika Habibie kesulitan, mencari jalan keluar ketika keuangan keluarga terhimpit. Mengasuh anak-anaknya dan membimbinnya dengan telaten. Bahkan dia tak ingin suaminya khawatir dengan penyakit yang dideritanya. Selalu mengingatkan suaminya untuk tersenyum, menyediakan obat untuk suaminya. Tak pernah mengeluh dengan kondisi yang pas-pasan  dan apa adanya. Aih, Ainun, I admire you too!

Buku dan film ini sepertinya menjadi saksi cahaya yang pernah Habibie sampaikan kepada istrinya saat beliau melontarkan teori kereta apinya. Dari sebuah terowongan yang gelap Habibie mampu membawa Ainun dan keluarganya untuk akhirnya menemukan jalan menuju sebuah cahaya. Dalam menjalankan tugas dan amanahnya, beberapa kali hambatan, cercaan, godaan bahkan fitnah menghampiri dirinya bahkan mengancam keluarganya. Ah, negeriku! Kenapa harus seperti ini! Dalam perjalanan scene ini, aku mulai menangis tak terbendung ketika IPTN harus ditutup dan pesawat buatan anak bangsa itu harus dibiarkan begitu saja, dan dengan tabah Ainun mengingatkan Habibie, ‘Ada banyak cara untuk mencintai Indonesia’ dan Habibie menjawab, ‘Aku mengorbankan banyak hal untuk ini (sambil menunjuk pesawat) aku mengorbankanmu dan anak-anak’ 

Meleleh air mata saya. Dan sampai scene akhir, bagaimana Ainun sakit sampai harus dioperasi 9x dan sampai meninggalnya yang namanya mata terus mengeluarkan air mata dan hidungku mampet sekali. 

Sweetest scene (sumber : google)
Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu.
Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya, dan kematian adalah sesuatu yang pasti, dan kali ini giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.
Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat, adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya  mampu membuatku nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.

Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang. Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang, pasa kesetiaan yang telah kau ukit, pada kenangan pahit manis selama kau ada, aku bukan hendak mengeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.
Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang, tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik. Mana mungkin aku setia padahal kecenderunganku adalah mendua, tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.

Selamat jalan,
Kau dari-Nya dan kembali pada-NYa,
Kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.
Selamat jalan sayang, cahaya mataku,
Penyejuk jiwaku,
Selamat jalan, calon bidadari surgaku

B.J. Habibie

Give the rating? I give that 10! Salute for BCL dan Reza, that was awesome acting! Dan sekali lagi, mengingatkan Pak Habibie untuk selalu minum obat ya Pak! Sehat terus!!!

Penggemarmu, 

Furi

Saturday, December 15, 2012

Setelah Menjadi Guru


Apa kabarnya kamu?
Semoga selalu sehat. Aih, Desember kutinggalkan 15 hari tanpa menulis apapun. Padahal banyak banget hal yang ingin aku tuliskan.

Sebenarnya banyak, entah kutinggalkan lalu saja. Oh ya, sudah tengah bulan saja dan bulan depan adalah tahunnya 1-3 alias 13. Aku selalu merindukan tanggal itu. 1-3-13. That’s my birthday :D
Oke lanjut tentang apa yang aku tuliskan. Kemarin Ibuku telpon dan bercerita tentang kesehariannya di sekolah. Oh ya, ibuku adalah seorang guru sekolah dasar ya jelas aku bangga, karenanya juga aku benar-benar dididik selayaknya guru dan muridnya. Namun sayangnya aku baru merasakan profesinya ini amat berat ketika ada di usia 24 tahun. Keterlaluan :D
Ketika itu ibuku bercerita, ada muridnya yang terlambat datang di sekolah saat ujian semester. Dan di tengah nafasnya yang menderu ibuku menanyakan alasan keterlambatannya, karena bagi ibuku perempuan satu ini yang duduk di kelas 3 ini adalah siswi yang disipilin dan tidak pernah terlambat baik itu ke sekolah atau mengerjakan PR. Dan bagi ibuku sangat disayangkan mengapa tiba-tiba dia datang terlambat.

Ketika ibuku tanya, alasannya adalah ‘Saya harus membantu Bapak jadi kernet karena Ibu sedang sakit’
Lalu ibuku menyuruhnya masuk dan disaat ibuku memberinya soal ujian dia meminta sesuatu ke ibuku,’Bu Guru, setelah ujian Matematika, saya mau langsung ujian Bahasa Indonesia, supaya saya bisa cepat pulang’
Dalam ceritanya ibuku dan rekan gurunya sangat ibu kepada muridnya ini. Sehingga setelah ujian, dia dipersilahkan untuk meninggalkan sekolah dengan janji besok tidak boleh terlambat. Guru-guru iuran bersama untuk meringankan bebannya. 

Dulu ibuku sering menceritakan kelasnya. Apa yang menjadi kesehariannya menjadi seorang guru. Menceritakan sesuatu yang sangat inspiratif, sesuatu yang membuatku untuk tetap selalu bersyukur, ibuku mengajarkanku untuk tetap mau sekolah dan mengenyam pendidikan yang lebih baik. Dari cerita-cerita muridnya, wali kelas, kepusingannya untuk memutar otak supaya muridnya lekas lancar membaca sudah jadi makanan keseharianku selama mungkin 24 tahunku. Namun sayang baru tahun ini aku baru merasakannya.
Aku bisa merasakan hal yang sama, ketika aku dulu mengajar dengan kondisi murid-muridku tak seberuntung murid-murid ibuku. Ketika ibuku menceritakan hal yang sama aku tiba-tiba saja merefleksikan tentang apa kekhawatiran ibuku. Ingin membantu dan tetap menjaga mimpinya agar tetap masuk ke sekolah. Betapa sekolah itu begitu penting baginya. Dan menurutku itu tak semudah yang aku kira dulu. 

Pantas saja ketika setahun kemarin aku menceritakan kecemasanku akan murid-muridku ke ibuku, beliau hanya bilang,’iya, ibu sering seperti itu. Kamu sabar saja, jadi guru SD tak bisa dipaksa dan dipaksakan. Kamu yang harus tahu kondisi mereka.’

Apa semua orang di negeri ini harus mengajar supaya tahu apa esensi mengajar dan diajar?

Dan ditengah percakapan kami lewat telepon, ibuku dengan sumringah bilang, “Adek tau, waktu Ibu koreksi hasil ulangannya baik matematika maupun bahasa indonesianya, semua dapat nilai 8 dan 9. Ibu kasihan banget Dek. Dia itu pinter soalnya”

Aih, aku kangen bocah-bocahku disana. Aku rindu segala celotehnya yang selalu meriukan kelas setiap pagi. Dan sekarang aku tahu apa yang dirasakan ibuku, ketika semua dunia Indonesia membicarakan kebijakan kurikulum yang semakin tak jelas itu, beliau hanya menanggapi santai,
‘Yang tahu perkembangan murid di kelas itu gurunya. Jadi Ibu sudah tahu apa yang seharusnya Ibu lakukan. Kurikulum adalah pegangan. Tapi sejatinya peran terbesar adalah ketika guru di depan kelas.’

Di akhir percakapan kami,  ibuku hanya memberikan nasihat. Entah apa nasihatnya aku lupa. Pikiranku melayang ke bumi utara negeri ini. Berdoa semoga bocah bocah kecilku bisa tetap mengejar mimpinya.


Selamat bermalam minggu teman,
Furi.