Friday, August 24, 2012

Kenapa Aku Suka Buku


Ahh entah! Aku sedang berapa di suatu sulit dimana aku membutuhkan banyak pemikiran untuk memutuskannya. Selain masalah jodoh *loohh* bukan! I meant tentang persimpangan hidupku dan rencana-rencana lain yang ingin segera aku raih satu persatu. Akhirnya aku memutuskan untuk menulis. Dan entah mengapa menulis membuatku semakin ceria. Baiklaaah saya mulai menceritakannya. 

Ini adalah pergolakan batin (agak lebay yaa) iyaa seperti macam omongan antar aku dan ibu ketika masa-masa lebaran kemarin hampir datang. Kami kesulitan mengatur rumah, karena selain barangnya semakin banyak namun ruangannya tak semakin melebar, alias tetap itu-itu aja. Stok bukuku juga semakin bertambah. Akunya senang, namun ibuku kelimpungan maksimal. Maklum lah bu, anakmu ini belum punya rumah sendiri :)

Suatu hari ibuku benar-benar kelimpungan karena aku tak punya lagi tempat menampung buku dan tak bisa dihindari aku harus mau tak mau mengeliminasinya dan menyumbangkannya. Setiap hari yang selalu diulang pertanyaan yang sama. 
“Adek, kenapa harus ada buku lagi?”
Atau seperti ini,

“Mau ditaruh mana lagi bukunya? Lemarinya sudah tidak muat”

Sampai akhirnya bapakku yang baik hati memberikanku hadiah lemari besar untuk menampung buku-bukuku. Namun, bukan itu yang ingin aku bahas. Mengapa aku cinta buku. Alasan tepat, ya mungkin buat referensi anak cucuku nanti, kenapa aku sendiri suka buku. Sedikit maksa yaa!
Sebenarnya hobi membaca itu bukan akarnya, namun aku lebih suka tepatnya mengumpulkan buku. Aku suka sekali mengumpulkan buku yang berbagai bentuk dan warna lantas menumpuknya menjadi urutan yang teratur sehingga nampak rapi. Barulah setelah itu aku membacanya.

Banyak yaaa, intermezonyaa.. Here we go, kenapa aku suka buku, karena :
1.       Buku bukan saja jendela, tapi juga engsel jendela otakku yang banyak tumpulnya ini. Sedikit banyak kegiatan dan apa yang aku lakukan mungkin separuhnya dipegaruhi dari buku yang sudah aku baca. Aku bisa berpikir dan membolak balik beberapa kali untuk kadang mengaitkannya dengan apa yang aku lakukan tiap hari. Agak silly mungkin yaa buat kalian, tapi aku benar benar melakukannya.
2.       Buku sarana menjadi seorang yang keren. Entah kenapa demikian. Aku merasa ketika aku membaca buku dan menamatkannya juga bisa mempunyai referensi dan suatu saat difilmkan menjadi sesuatu yang ‘Gosh, I’ve been part of this’. Selain itu lebih kerennya ketika ada orang yang membicarakan buku yang sama dengan aku baca, serasa mempunyai saudara baru dengan sepengetahuan yang sama, apalagi bisa berdiskusi dengan mereka, WOW, that’s great!
3.       Buku mengisi waktu luang dan suntuk. Jangan heran jika kemana-mana aku harus membawa buku dan akhirnya membeli buku. Lagi-lagi ibuku sering menegur, “buku ini loh yang membuat barang bawaanmu menjadi berat!” yap, again! That’s my mom, she was worried too much if I feel tired during my trip. But, actually books is my holy friend in my long journey, yaa kecuali ada orang disampingku yang ajak bicara, kecuali juga kalau ngga ngantuk di jalan. But, half of my sitting time in road used up with reading.
4.       Buku itu misteri. Aku selalu membeli untuk dibaca dan entahlah, dia selalu menyisakan misteri jika aku tak kunjung menyelesaikan sampai bagian akhirnya. Jadi itulah kenapa, selain aku suka menulis aku juga suka membaca. Terima kasih yaa buku. Misterimu memang tiada tara jasanya :D
5.       Buku itu candu. Percaya atau tidak aku bisa membeli buku sebulan sampai 6 kali. Dan pernah lebih. Iya, betul.. aku kecanduan. Sayangnya aku tak suka menuliskan referensinya. Dan akan aku mulai dari sekarang. Ketika aku mencandu buku sepertinya tangan begitu ringan ketika menyentuh rak buku di toko. Pertama lihat sampul, baca prolog, lihat harga, seneng, taruh di keranjang. Is freaking simple, right? But I do! Tapi efek kecanduan ini hebat, selain membuatku merasa tak kesepian, kadang imajinasi menulisku meningkat dan tentunya pengaruhnya juga mempengaruhi gaya tulisan dan bicaraku. Entah! Namanya juga candu :D
6.       Buku itu warisan. Agree? How come? Ya saya meyakini buku ini bukan hanya berguna untuk saya tapi untuk siapapun yang meminjang dan menceritakannya kembali. Dan uniknya aku bermimpi kelak keturunanku juga akan membaca buku yang pernah aku baca. Jadi mereka juga akan membaca apa yang pernah aku baca dulu
7.       Buku itu ladang. Bingung kan? Aku juga bingung nyebutnya apa, hehhe. Baru terpikir dan tersirat bahwa memang buku diciptakan sebagai ladang untuk kita membaca atau untuk kita menulis. Bukannya perintah pertama adalah untuk membaca yaa? Maka dari itu aku menyebutnya ladang. Buku atau kitab bagiku sama-sama tujuannya untuk dibaca dan untuk tahu kemudian paham. Kamus pun buku, Quran pun buku, Al kitab, Injil, Taurat, semuanya berbentuk buku.  Jikalah ladang adalah tempat untuk menanam dan menunai, begitu pula aku menyiratkan buku. Tempat untuk menanam dan menuai pula. Ehhmm, ilmu khususnya.

      Baiklah, mari kita menilik rak buku yang ada di rumah. Bercita-cita rumah buku dan perpustakaan gratisku cepat terwujud, amiiiiiiiiiinn (di aminin juga doonggg)

My fave rack :D

empat susun isinya buku-buku lawas yang aku suka

Rak dana hibah, from my dad :)

emergency rack (ngga cukup lagi tempatnyaa)

Dan pada akhirnya sampai pagi ini, bukuku masih tersimpan bagus, mulai dari zaman SD sampai aku segedhe ini.  Bagi yang mau berbagi referensi dan bercerita, yuk kita mari saling bertukar info.  Amat sangat senang sekaliiii.
Hidup buku!

-- Love, furi --

Friday, August 3, 2012

Subuh Terlalu Gelap


Tidak tahu apakah saya salah..
Apakah saya yang terlalu melangkah terlalu lama sehingga tak peka..
Apakah hanya fenomena semata..
Beberapa hari kutunaikan ibadah subuhku..
Di surau sederhana, tempatku belajar mengaji dulu..

Shaf pertama barisan nenek renta yang masih kuat menimba..
Shaf kedua berjajar tiga nenek lagi namun masih mampu berdiri..
Shaf ketiga ibu-ibu yang usianya tak lagi muda.
Shaf keempat saya di dampingi si mbah yang penjual jamu..

Lantas, mana yang muda?
Iya, saya menenangkan diri..
Mungkin ini hanya hari ini..
Mungkin mereka masih tidur terlelap..
Atau mungkin masih takut akan gelap..
Katanya, ketika usia tak lagi muda akan sering ke surau, majid atau mushola?
Eh, iya kah?
Tapi siapa yang menjamin garansi usia kita sampai tua?
Memangnya manusia mati harus tua?
Wallahu'alam bissowab


-Ramadhan, 15- Ba’dha subuh