Saturday, December 15, 2012

Setelah Menjadi Guru


Apa kabarnya kamu?
Semoga selalu sehat. Aih, Desember kutinggalkan 15 hari tanpa menulis apapun. Padahal banyak banget hal yang ingin aku tuliskan.

Sebenarnya banyak, entah kutinggalkan lalu saja. Oh ya, sudah tengah bulan saja dan bulan depan adalah tahunnya 1-3 alias 13. Aku selalu merindukan tanggal itu. 1-3-13. That’s my birthday :D
Oke lanjut tentang apa yang aku tuliskan. Kemarin Ibuku telpon dan bercerita tentang kesehariannya di sekolah. Oh ya, ibuku adalah seorang guru sekolah dasar ya jelas aku bangga, karenanya juga aku benar-benar dididik selayaknya guru dan muridnya. Namun sayangnya aku baru merasakan profesinya ini amat berat ketika ada di usia 24 tahun. Keterlaluan :D
Ketika itu ibuku bercerita, ada muridnya yang terlambat datang di sekolah saat ujian semester. Dan di tengah nafasnya yang menderu ibuku menanyakan alasan keterlambatannya, karena bagi ibuku perempuan satu ini yang duduk di kelas 3 ini adalah siswi yang disipilin dan tidak pernah terlambat baik itu ke sekolah atau mengerjakan PR. Dan bagi ibuku sangat disayangkan mengapa tiba-tiba dia datang terlambat.

Ketika ibuku tanya, alasannya adalah ‘Saya harus membantu Bapak jadi kernet karena Ibu sedang sakit’
Lalu ibuku menyuruhnya masuk dan disaat ibuku memberinya soal ujian dia meminta sesuatu ke ibuku,’Bu Guru, setelah ujian Matematika, saya mau langsung ujian Bahasa Indonesia, supaya saya bisa cepat pulang’
Dalam ceritanya ibuku dan rekan gurunya sangat ibu kepada muridnya ini. Sehingga setelah ujian, dia dipersilahkan untuk meninggalkan sekolah dengan janji besok tidak boleh terlambat. Guru-guru iuran bersama untuk meringankan bebannya. 

Dulu ibuku sering menceritakan kelasnya. Apa yang menjadi kesehariannya menjadi seorang guru. Menceritakan sesuatu yang sangat inspiratif, sesuatu yang membuatku untuk tetap selalu bersyukur, ibuku mengajarkanku untuk tetap mau sekolah dan mengenyam pendidikan yang lebih baik. Dari cerita-cerita muridnya, wali kelas, kepusingannya untuk memutar otak supaya muridnya lekas lancar membaca sudah jadi makanan keseharianku selama mungkin 24 tahunku. Namun sayang baru tahun ini aku baru merasakannya.
Aku bisa merasakan hal yang sama, ketika aku dulu mengajar dengan kondisi murid-muridku tak seberuntung murid-murid ibuku. Ketika ibuku menceritakan hal yang sama aku tiba-tiba saja merefleksikan tentang apa kekhawatiran ibuku. Ingin membantu dan tetap menjaga mimpinya agar tetap masuk ke sekolah. Betapa sekolah itu begitu penting baginya. Dan menurutku itu tak semudah yang aku kira dulu. 

Pantas saja ketika setahun kemarin aku menceritakan kecemasanku akan murid-muridku ke ibuku, beliau hanya bilang,’iya, ibu sering seperti itu. Kamu sabar saja, jadi guru SD tak bisa dipaksa dan dipaksakan. Kamu yang harus tahu kondisi mereka.’

Apa semua orang di negeri ini harus mengajar supaya tahu apa esensi mengajar dan diajar?

Dan ditengah percakapan kami lewat telepon, ibuku dengan sumringah bilang, “Adek tau, waktu Ibu koreksi hasil ulangannya baik matematika maupun bahasa indonesianya, semua dapat nilai 8 dan 9. Ibu kasihan banget Dek. Dia itu pinter soalnya”

Aih, aku kangen bocah-bocahku disana. Aku rindu segala celotehnya yang selalu meriukan kelas setiap pagi. Dan sekarang aku tahu apa yang dirasakan ibuku, ketika semua dunia Indonesia membicarakan kebijakan kurikulum yang semakin tak jelas itu, beliau hanya menanggapi santai,
‘Yang tahu perkembangan murid di kelas itu gurunya. Jadi Ibu sudah tahu apa yang seharusnya Ibu lakukan. Kurikulum adalah pegangan. Tapi sejatinya peran terbesar adalah ketika guru di depan kelas.’

Di akhir percakapan kami,  ibuku hanya memberikan nasihat. Entah apa nasihatnya aku lupa. Pikiranku melayang ke bumi utara negeri ini. Berdoa semoga bocah bocah kecilku bisa tetap mengejar mimpinya.


Selamat bermalam minggu teman,
Furi.

3 comments:

terima kasih yaa :)