Wednesday, October 10, 2012

Memilih (hidup) di Jakarta (lagi)

Kalau lah banyak kota di tanah air ini yang menyimpan beragam keeksotisannya dan dengan segala kekayaan potensinya, namun mengapa aku akhirnya memutuskan untuk memilih Jakarta lagi?

Malam itu aku memutuskan untuk naik busway dari arah blok menuju tempat kos di daerah sudirman. Entah begitu lelahnya saya malam itu dibalik segala rutinitas yang dijalani sepanjang hari membuat wajah saja sangat datar, jengah, lelah, haus dan lapar yang kurasakan. Dalam koridor busway, aku merasakan sesuatu yang lain ketika banyak pemandangan yang selama ini keberadaannya banyak kuenyahkan. Yaitu gigih.

Jakarta itu keras. Aku merasa kerasnya Jakarta bukan hanya sekedar kerasnya mengejar waktumu melawan macetnya jalan. Jakarta keras ketika kamu merasakan bagaimana harus bertahan di tengah padatnya rutinitas di balik niat yang sudah di ucapkan ketika memilih Jakarta. Seperti malam itu. Aku yakin betul, waktu menunjukkan pukul 10 malam, namun penjaja yang kuingat betul wajahnya dari pagi tadi sampai sekarang masih begitu cerianya menjajakan barang dagangannya di tengah lalu lalang orang yang melewati sepanjang jalananan busway. Iya Jakarta memang keras, maka kamu juga harus lebih keras menghadapinya. Saya menghampiri bapaknya untuk menanyakan berapa harga dagangannya, walaupun terpampang jelas harganya 15.000
"Berapa harganya Bang?"
"15 ribu neng, pas!"
"Udah laku berapa Bang dari tadi pagi?" sebenernya pertanyaan inilah yang ingin aku ajukan, bukan untuk membeli.
"Banyak neng, cuma 5"

*deep breath*

Otakku langsung saja mengkalkulasi berapa rupiah yang dia dapatkan hari ini, 5x15000. Yap, benar 75.000
Sedangkan aku, banyak merasakan membuang uang yang tak berguna hari itu. Akhirnya, ya aku menyisihkan sebagian rupiahku untuk imbal balik atas jawaban dari penjual screen guard handphone.

Kulanjutkan saja perjalananku menuju kos.

Jakarta ada ada saja. Selalu ada saja di Jakarta. Entah bagaimana menyebutnya. Sebetulnya aku masih 'jetlag' budaya ketika aku berpindah tempat dari kota yang begitu sunyi menuju kota yang begitu ramai. Namun, satu hal yang dapat aku petik kemana pun aku pergi untuk merantau atau berjalan-jalan, disana aku selalu menemukan KERJA KERAS.

Ternyata bukan Jakarta saja yang keras, tapi hidup itu diciptakan untuk menjadi keras. Dan dalam perjalanan malam, ketika aku memijakkkan langkah demi langkah sambil melihat masih banyak orang yang masih mencari nafkah, kembali aku tata nafasku lagi, memilih hidup di Jakarta adalah pilihan yang sudah aku ambil dan jangan menyalahkan orang di sekitarmu atau rutinitasmu untuk tak kusebarkan senyum dan semangat untuk orang di sekitarku. Menyadari aku mungkin lebih beruntung dibandingkan mereka dan selalu bersyukur atas apa yang sudah ku dapat.

*deep+smile breathe*
Hello Jakarta, nice to know you! Thanks for lesson to teach me how to survive hardly!

Jakarta, 10.10.12 - 8.49 Dharmawangsa Hotel, waiting for someone really important! pack it well Furi :)

No comments:

Post a Comment

terima kasih yaa :)